Menjelajah Pemikiran Tasauf Syathariyah
Syeikh Abdurrauf Singkel
Oleh
Sari Masyita
Abstrak
: Abdurrauf Singkel merupakan tokoh pemikir dan ulama terkemuka, ia telah melahirkan karya-karya sastra yang merupakan
kekayaan intelektual muslim Indonesia yang berharga. Karya-karya sastra yang
berbentuk suluk dari para pemikir dan ulama Islam terdahulu sampai saat ini,
naskah aslinya yang berupa manuskrip atau tulisan tangan asli masih bisa
dilihat pada perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi di negeri Belanda.
Abdurrauf Singkel dikenal oleh masyarakat luas di sumatera. Ia mengungkapkan
wujud yang hakiki hanya Allah., sedangkan alam ciptaanNya adalah bukti
keberadaan Tuhan dan kekuasaanNya. Abdurrauf Al-Singkili merupakan salah satu
ulama aceh yang pertama sekali mengembangkan paham tariqat Syathariah di
Indonesia. Banyak sekali murid-muridnya tidak hanya dari Aceh melainkan dari
berbagai daerah di tanah air. Saat itu Aceh sedang menjadi tempat persinggahan para jemaah
haji yang hendak berangkat ke Mekkah. Ketika singgah di Aceh inilah tidak
sedikit jamaah haji yang kemudian belajar agama dan tasauf. Di antara
murid-muridnya yang menjadi ulama terkenal adalah Syekh Burhanuddin Ulakan.
A.
Pendahuluan
Abdurrauf al-Singkili merupakan seorang ulama besar dan juga termasuk
ke dalam salah satu dari seratus tokoh Islam yang paling berpengaruh di
Indonesia. Beliau merupakan keturunan Arab. Dan beliau merupakan tokoh tasawuf
dari Aceh yang pertama sekali mengembankan paham tariqat Syathariah di
Indonesia.
Tidak hanya di Aceh melainkan dari berbagai daerah di Indonesia
murid-muridnya berasal. Ajarannya juga berkembang di pulau Jawa. Simuh(1960:9) mencatat
bahwa penyebaran Tariqat Syathariah di jawa dikembangkan oleh muridnya
Abdulmuhyi(Pamijahan) yang dikeramatkan di daerah Priangan. Dari daerah ini
Tariqat Syathariah kemudian berkembang subur di Cirebon yang menjadi pusat
kesultanan. Di Cirebon pula kemudian lahir karya-karya dalam bentuk serat suluk
yang isinya mengandung ajaran tasawuf wujudiyah atau martabat tujuh. Dari pengaruh
Cirebon ini kemudian lahir pujangga-pujangga Surakarta mengubah karya Serat
Suluk yang kaya akan ajaran etika dan tasawuf.[1]
Abdurrauf begitu lama menuntut ilmu di Arab, kemudian ketika beliau
kembali ke Aceh, Beliau diberi kepercayaan oleh ratu untuk memegang jabatan
sebagai Qadhi Malik al-Adil atau mufti kerajaan Aceh. Jabatan mufti yang
dipegangAbdurrauf memberikan kesempatan baginya untuk mengekspresikan pemikiran
dari pemahaman keagamaannya. Peluang menyampaikan fikiran-fikiran itu ia mulai
dari tulisan, antara lain kitabnya yang dikenal luas sampai sekarang mulai dari
kitab fiqih sampai tasawuf.
Kewibawaan Abdurrauf sebagai mufti juga menjadi modal baginya untuk
meredam konflik paham keagamaan antara paham wujudiyah dengan syuhudiyah.
Pendekatan yang digunakan Abdurrauf adalah mendamaikan antara paham-paham yang
bertentangan itu, hal itu sejalan dengan kecendrungan jaringan ulama abad 17
dan 18 yang berupaya saling mendekatkan antara ulama yang berorientasi pada
syariat dan para sufi. Kenyataan konflik antar dua kelompok cendikiawan muslim
ini berkurang dan saling mendekat sebagaimana yang diajarkan al-Qushasi dan
al-Ghazali. Diskursus rekonsiliasi syariah dan tasawuf yang dikembangkan oleh
Abdurrauf Singkel dapat diamati dari tiga pilar pemikirannya dalam bidang
tasawuf, yang kemudian secara signifikan menjadi tema utama pula dalam
pemikiran murid-murid di belakangnya, termasuk di dalamnya Syeikh Burhanuddin
Ulakan. Ketiga pokok pikiran tersebut adalah Ketuhanan dan hubungan dengan alam,
Insan Kamil dan jalan Menuju Tuhan(Tariqat).[2]
B.
Biografi
dan Hasil Karya Abdurrauf Al-Singkili
Abdurrauf, lahir di Aceh tahun,1024 H/1615 M .Nama aslinya adalah
Aminuddin Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili. Ia lahir di sebuah
kota kecil di pantai barat pulau Sumatera. Ayahnya berasal dari keluarga ulama.
Ayahnya Syeikh Ali Al-Fansuri adalah seorang Arab yang mengawini seorang wanita
setempat dari fansur(Barus)dan bertempat tinggal di Singkel. Ali Hasyimi (1984)
mengemukakan merujuk kitab yang memuat silsilah dari riwayat hidup Syeikh
Abdurrauf Singkel bahwa ia adalah anak pertama dari pada Syekh Al-Fansuri.
Abdurrauf lahir sesudah tiga tahun sultan Sayyid al-Mukammil menaiki tahta.
Abdurrauf berangkat ke Timur Tenggah untuk belajar agama, ia cukup
lama belajar di Arab yaitu selama 19 tahun. Ia mengunjungi pusat-pusat
pendidikan dan pengajaran Islam di sepanjang perjalanan haji antara Yaman dan
Mekkah. Kemudian ia bermukim di Mekkah untuk memperdalam ajaran agama seperti
al-qur’an dan hadis, fiqih dan tafsir dan secara khusus mempelajari tasawuf.
Bersama dengan kawannya Syeikh Abdullah Arief yang lebih dikenal dengan Syeikh
Madinah atau disebut juga dengan Tuanku Madinah di Tapakis, Pariaman. Ia
belajar tariqat pada Syeikh Ahmad Qushasi. Abdurrauf menceritakan tentang
riwayat hidupnya dan guru-gurunya di akhir bukunya Umdatul Muhtajin. Dijelaskan
pula bahwa dia sangat memuji gurunya Ahmad Qushasi, sebgai pembimbing spritual
dan guru di jalan Allah. Dia kemudian memperoleh ijazah dari guru tersebut, sehingga
berhak untuk mengajarkan tariqat Syathariah kepada murid-muridnya. Syathariah
adalah sebuah aliran tariqat yang muncul pertama sekali di India pada abad 15,
nama tariqat ini dinisbatkan pada tokoh pertama yang mempopulerkannya yaitu
Abdullah asy-Syatar. Tariqat ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran
terhadap Allah SWT dalam batin manusia. Hal itu bisa dicapai melalui pengamalan
beberapa macam zikir.
Tariqat Syatariah ini sangat besar pengaruhnya di dunia Islam
termasuk di Indonesia. Menurut Aan Marie Scimmel yang sangat otoriatif dalam
mengkaji sufisme, setelah membaca penafsiran sufistik Abdurrauf dalam karyanya
Daqaid al-huruf, Scimmel menyimpulkan, sebagaimana diutarakan Azyumardi Azra
bahwa Abdurrauf sangat sophisticated dalam menjelaskan dan menginterpretasikan
wihdatul wujud dalam kerangka syariah. Barangkali ada benarnya bila kemudian
paham tawasuf Syathariah disebut dengan wihdatus suhul., melihat kemudahan
konsepnya.
Abdurrauf Singkel kembali ke Aceh sekitar tahun 1662 M,dan
setibanya di kampungnya segera mengajarkan dan mengembangkan Tariqat Syathariah
di Indonesia. Abdurrauf dinilai sebagai tokoh yang cukup berperan dalam
mewarnai sejarah tasawuf Islam di Indonesia pada abad k 17. Pada sekitar tahun
1643, saat kesultanan Aceh dipimpin oleh sultanah(ratu) Safituddin Tajul Alam
(1641-1675),karena kedudukannya itu sering disebut dengan Syeikh Kuala di Aceh
saat menjadi mufti tersebut, dengan dukungan dari pihak kerajaan, ia berhasil
menghapus ajaran Salik Buta, tariqat yang sudah ada sebelumnya dalam masyarakat
Aceh.
Abdurrauf memiliki sekitar 21 karya tertulis yang terdiri dari 1
kitab tafsir, 2 kitab hadis, 3 kitab fiqh dan kitab-kitab tasawuf. Kitab
tafsirnya yang berjudul Turjuman al-Mustafid(Terjemahan pemberi faedah)
merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia yang berbahasa
Melayu. Sedangkan kitab fiqh yang ditulisnya atas permintaan Sultanah
Safiatuddin yang memuat tentang fiqh mazhab Syafi’I sebagai panduan bagi para
kadi, ia menulis Miraat at-Tullab fi Tashil Marifatul Ahkam as-syariyyah li
malik al-Wahhab(Cermin bagi Penuntut Ilmu Fiqh, untuk memudahkan mengenal
segala hukum Syarak Allah), buku ini merupakan buku karangannya yang terkenal,
yang disadurnya dari kitab Fathul Wahhab.[3]
Dalam bidang tafsir ia menulis Tarjuman al-Mustafid,tafsir pertama dalam bahasa
Melayu. Dalam bidang tasawuf ia menulis Bayan al-Tajali(keterangan tentang
Tajali),Kifayatul Muhtajin(Pencukup Para Pengemban Hayat), Daqaid
al-Huruf(Detail-detail Huruf) dan Umdah al-Muhtajin(Tiang orang-orang yang
memerlukan). Buku ini terdiri dari tujuh bab, yang memuat tentang zikir,
sifat-sifat Allah dan Rasulnya dan asal-usul ajaran mistik dalam Islam. Tiga
kitab terakhir menjadi rujukan utama dalam kajian tariqat Syathariah yang
disadur oleh syeikh Burhanuddin Ulakan kemudian diwariskan secara turun-temurun
sampai sekarang masih dalam bentuk manuskrip.
C.
Pemikiran
Abdurrauf Al-Singkili
Syathariah sebagai sebuah aliran tasawuf, dalam perkembangannya di
Indonesia menghadapi dua kutub aliran tasawuf yang berbeda sebagai warisan dari
ulama terdahulu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani dan Nuruddin ar-Raniri.
Dalam kondisi semacam itu, aliran tasawuf Syathariah menjadi penyejuk bagi
perbedaan tajam antara aliran wujudiyyah dan aliran syuhudiyah.
Adapun pokok-pokok pemikiran tasawuf Abdurrauf adalah yang pertama
berupa Ketuhanan dan hubungannya dengan alam. Dalam memahami hakekat keberadaan
Tuhan, Abdurrauf, menganut paham bahwa satu-satunya wujud hakiki adanya Allah.
Alam ciptaanNya adalah wujud bayangannya
yakni bayangan dari wujud hakiki. Walaupun wujud hakiki(Tuhan) berbeda dengan
wujud bayangan (alam) namun terdapat kesamaan antara kedua wujud tersebut.
Tuhan melakukan tajalli (penampakan diri dalam bentuk alam). Sifat-sifat Tuhan
secara tidak lansung tampak pada manusia. Abdurrauf Singkel dikenal oleh
masyarakat luas di Sumatera. Ia mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah, sedangkan
alam ciptaanNya adalah bukti keberadaan Tuhan dan kekuasaanNya.Pada alam yang
tampak realitas ini Tuhan menampakkan diriNya(Tajllai)secara tidak lansung.
Pada manusia, sifat-sifat Tuhan secara lansung menampakkan diri begitu
sempurna, dan ralatif yang paling sempurna(Insan Kamil0. Sedangkan bagaimana
hubungan Tuhan dengan alam adalah ketransedennya Abdurrauf menjelaskan. Sebelum
Tuhan menciptakan alam raya(al-alam). Dia selalu memikirkan (bertaakul) tentang
dirinya. Yang mengakibatkan terciptanya Nur Muhammad dari Nur Muhammad itu
Tuhan menciptakan pola-pola dasar(al-ayan ast-Tsabitah),yaitu potensi dari
semua alam raya ,yang menjadi sumber dari pola dasar luar(al-ayan Kharijiyyah)
yaitu ciptaan dalam bentuk konkritnya.
Abdurrauf yang sering disebut dengan al-Singkili juga menyimpulkan
meskipun al-Ayan al-Kharijiyah merupakan emanasi wujud mutlak, mereka adalah
berbeda dari Tuhan itu sendiri. Hubungan keduanya seperti tangan dan bayangan
.Meskipun tangan tidak dapat dipisahkan dari bayangannya, yang terakhir itu
tidak sama dengan yang pertama . Sedangkan untuk mendapatkan hubungan lansung
dengan Tuhan, orang mesti melalui Kasyf. Akal manusia tidak mungkin bisa
memahami Tuhan. Maka Kasyf adalah satu-satunya pintu yang bisa dicapai dengan
memurnikan tauhid melalui pengajian tariqat syathariah dan mengamalkan zikir
serta ibadah dengan kaifiyat sendiri(Azyumardi Azra)
Pemikiran di atas memberikan kesimpulan pada kita bahwa Abdurrauf
adalah tokoh penghubung antara paham wujudiyah mulhid, yang diwakili oleh
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani, dan faham syuhudiyah yang diwakili
oleh Nuruddin ar-Raniri. Duski Samad(2001:46)menyebutnya merupakan sintesa dari
mistiko-filosofis Ibnu Arabi dan al-Ghazali yang memusatkan perhatian pada
upaya pencapaian ma’rifah mengenai Allah secara lansung tanpa hijab melalui
pensucian hati dan pengahayatan makna ibadah.
Kedua, Insan Kamil adalah sosok manusia ideal. Dalam wacana tasawuf
konsep insan kamil lebih mengacu kepada hakikat makhluk dan hubungannya dengan
khaliq(Tuhannya). Dalam literature tasawuf hakikat manusia dan hubungannya
dengan Tuhan dapat dikelompokkan kepada dua bentuk pemikiran,yaitu konsep yang
diperkenalkan al-Hallaj, menurutnya manusia adalah penampakan cinta Tuhan yang
azali kepada esensiNya yang tak mungkin disifatkan itu. Oleh karenya Adam
diciptakan Tuhan dalam bentuk rupaNya, mencerminkan segala sifat dan nama-namaNya
sehingga ia adalah Dia dan konsep inilah
yang dikemas oleh Abdul Karim al-Jilli(826/1422)dalam sebuah karyanya yang
berjudul al-insan al-kamil fi al awail wal-akhir.
Ketiga, Jalan kepada Tuhan(Tariqat).Kecendrungan rekonsiliasi
syariat dan tasawuf dalam pemikiran al-Singkili sangat kentara sekali ketia ia
menjelaskan pemanduan tauhid dan dzikir. Tauhid itu memiliki empat
martabat,yaitu tauhidul uluhiyyah, tauhidus sifat,tauhid Zat dan Tauhid Afaal.
Begitu halnya dengan zikir. Zikir diperlukan sebagai jalan untuk
menuntun intuisi (Kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk
mendapatkan al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga
kematian ideasional. Syeikh Abdurrauf menuliskan syarat-syarat yang mesti
dilalui sebelum memasuki zikir agar ma’rifah segera didapatkan antara lain:
1.
Sebelum
zikir harus taubat dari kemaksiatan
2.
Mandi
dan berwudhuk
3.
Menggunakan
pakaian bersih dan harum-haruman
4.
Membubuhkan
haruman pada tempat zikir
5.
Memilih
tempat gelap untuk tempat zikir
6.
Bersila
dan Menghadap kiblat
7.
Meletakkan
kedua telapak tangan di atas dua paha
8.
Memejamkan
mata dalam zikir
9.
Merupakan
wajah Syekih (Rabitah)dalam zikir minta bantuan Syeikh dengan hati mulia
10.
Mengiktikadkan
minta tolong pada nabi Muhammad
11.
Selalu
menetapkan hati pada Allah
12.
Iklas
mengahadap Allah
13.
Menyebut
la ilaha illaallah dengan takzim dengan menarik kepala dari lambung kiri dibawa
ke kanan tempatnya hati
14.
Mengahdirkan
makna zikir.La Mabuda
15.
Menafikan
selain Allah
16.
Selalu
bermujahadah dan biriyadhah(sunguh-sungguh dalam ibadah)
Penekanan pada zikir untuk mendapatkan ma’rifah ini diulas panjang
di dalam kitabnya Umdah al-Muhtajin.
D.
Kesimpulan
Syeikh Abdurrauf al-Singkili merupakan salah satu ulama aceh yang
sangat terkenal dan merupakan tokoh tasawuf yang dikenal membawa aliran tariqat
Syathariah di seluruh Indonesia.[4] Beliau
merupakan keturunan Arab, Syathariah adalah sebuah aliran tariqat yang muncul
pertama sekali di India pada abad 15, nama tariqat ini dinisbatkan pada tokoh
pertama yang mempopulerkannya yaitu Abdullah asy-Syatar. Tariqat ini bertujuan
untuk membangkitkan kesadaran terhadap Allah SWT dalam batin manusia. Hal itu
bisa dicapai melalui pengamalan beberapa macam zikir. Adapun Ketiga pokok
pikiran Syeikh Abdurrauf adalah
Ketuhanan dan hubungan dengan alam, Insan Kamil dan jalan Menuju
Tuhan(Tariqat).
E.
Daftar
Pustaka
Shalahuddin Hamid,100 Tokoh Islam
Paling Berpengaruh di Indonesia,Cet I(Jakarta:Intimedia Ciptanusantara)2003
Tim Penulis IAIN Ar-Raniry,Ensiklopedi Pemikiran Ulama Aceh(Banda
Aceh:Ar-Raniry Press)2005
Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasauf dan Tokoh-Tokohnya Di
Nusantara(Surabaya:Usana Offset Printing)
[1]
Shalahuddin
Hamid,100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia,Cet
I(Jakarta:Intimedia Ciptanusantara) hlm 56
[2]
Shalahuddin
Hamid,100 Tokoh Islam Paling………hlm 57
[3]
Tim Penulis
IAIN Ar-Raniry,Ensiklopedi Pemikiran Ulama Aceh(Banda Aceh:Ar-Raniry
Press)
[4] Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasauf dan Tokoh-Tokohnya Di
Nusantara(Surabaya:Usana Offset Printing)hlm 49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar