Selasa, 22 Januari 2013

Mengenang Syeikh Abdurrauf As-Singkili

Jurnal:


Menjelajah Pemikiran Tasauf Syathariyah
Syeikh Abdurrauf Singkel
Oleh
Sari Masyita
Abstrak : Abdurrauf Singkel merupakan tokoh pemikir dan ulama terkemuka, ia telah   melahirkan karya-karya sastra yang merupakan kekayaan intelektual muslim Indonesia yang berharga. Karya-karya sastra yang berbentuk suluk dari para pemikir dan ulama Islam terdahulu sampai saat ini, naskah aslinya yang berupa manuskrip atau tulisan tangan asli masih bisa dilihat pada perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi di negeri Belanda. Abdurrauf Singkel dikenal oleh masyarakat luas di sumatera. Ia mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah., sedangkan alam ciptaanNya adalah bukti keberadaan Tuhan dan kekuasaanNya. Abdurrauf Al-Singkili merupakan salah satu ulama aceh yang pertama sekali mengembangkan paham tariqat Syathariah di Indonesia. Banyak sekali murid-muridnya tidak hanya dari Aceh melainkan dari berbagai daerah di tanah air. Saat itu Aceh  sedang menjadi tempat persinggahan para jemaah haji yang hendak berangkat ke Mekkah. Ketika singgah di Aceh inilah tidak sedikit jamaah haji yang kemudian belajar agama dan tasauf. Di antara murid-muridnya yang menjadi ulama terkenal adalah Syekh Burhanuddin Ulakan.
A.    Pendahuluan
Abdurrauf al-Singkili merupakan seorang ulama besar dan juga termasuk ke dalam salah satu dari seratus tokoh Islam yang paling berpengaruh di Indonesia. Beliau merupakan keturunan Arab. Dan beliau merupakan tokoh tasawuf dari Aceh yang pertama sekali mengembankan paham tariqat Syathariah di Indonesia.
Tidak hanya di Aceh melainkan dari berbagai daerah di Indonesia murid-muridnya berasal. Ajarannya juga berkembang di pulau Jawa. Simuh(1960:9) mencatat bahwa penyebaran Tariqat Syathariah di jawa dikembangkan oleh muridnya Abdulmuhyi(Pamijahan) yang dikeramatkan di daerah Priangan. Dari daerah ini Tariqat Syathariah kemudian berkembang subur di Cirebon yang menjadi pusat kesultanan. Di Cirebon pula kemudian lahir karya-karya dalam bentuk serat suluk yang isinya mengandung ajaran tasawuf wujudiyah atau martabat tujuh. Dari pengaruh Cirebon ini kemudian lahir pujangga-pujangga Surakarta mengubah karya Serat Suluk yang kaya akan ajaran etika dan tasawuf.[1]
Abdurrauf begitu lama menuntut ilmu di Arab, kemudian ketika beliau kembali ke Aceh, Beliau diberi kepercayaan oleh ratu untuk memegang jabatan sebagai Qadhi Malik al-Adil atau mufti kerajaan Aceh. Jabatan mufti yang dipegangAbdurrauf memberikan kesempatan baginya untuk mengekspresikan pemikiran dari pemahaman keagamaannya. Peluang menyampaikan fikiran-fikiran itu ia mulai dari tulisan, antara lain kitabnya yang dikenal luas sampai sekarang mulai dari kitab fiqih sampai tasawuf.
Kewibawaan Abdurrauf sebagai mufti juga menjadi modal baginya untuk meredam konflik paham keagamaan antara paham wujudiyah dengan syuhudiyah. Pendekatan yang digunakan Abdurrauf adalah mendamaikan antara paham-paham yang bertentangan itu, hal itu sejalan dengan kecendrungan jaringan ulama abad 17 dan 18 yang berupaya saling mendekatkan antara ulama yang berorientasi pada syariat dan para sufi. Kenyataan konflik antar dua kelompok cendikiawan muslim ini berkurang dan saling mendekat sebagaimana yang diajarkan al-Qushasi dan al-Ghazali. Diskursus rekonsiliasi syariah dan tasawuf yang dikembangkan oleh Abdurrauf Singkel dapat diamati dari tiga pilar pemikirannya dalam bidang tasawuf, yang kemudian secara signifikan menjadi tema utama pula dalam pemikiran murid-murid di belakangnya, termasuk di dalamnya Syeikh Burhanuddin Ulakan. Ketiga pokok pikiran tersebut adalah Ketuhanan dan hubungan dengan alam, Insan Kamil dan jalan Menuju Tuhan(Tariqat).[2]
B.     Biografi dan Hasil Karya Abdurrauf Al-Singkili
Abdurrauf, lahir di Aceh tahun,1024 H/1615 M .Nama aslinya adalah Aminuddin Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili. Ia lahir di sebuah kota kecil di pantai barat pulau Sumatera. Ayahnya berasal dari keluarga ulama. Ayahnya Syeikh Ali Al-Fansuri adalah seorang Arab yang mengawini seorang wanita setempat dari fansur(Barus)dan bertempat tinggal di Singkel. Ali Hasyimi (1984) mengemukakan merujuk kitab yang memuat silsilah dari riwayat hidup Syeikh Abdurrauf Singkel bahwa ia adalah anak pertama dari pada Syekh Al-Fansuri. Abdurrauf lahir sesudah tiga tahun sultan Sayyid al-Mukammil menaiki tahta.
Abdurrauf berangkat ke Timur Tenggah untuk belajar agama, ia cukup lama belajar di Arab yaitu selama 19 tahun. Ia mengunjungi pusat-pusat pendidikan dan pengajaran Islam di sepanjang perjalanan haji antara Yaman dan Mekkah. Kemudian ia bermukim di Mekkah untuk memperdalam ajaran agama seperti al-qur’an dan hadis, fiqih dan tafsir dan secara khusus mempelajari tasawuf. Bersama dengan kawannya Syeikh Abdullah Arief yang lebih dikenal dengan Syeikh Madinah atau disebut juga dengan Tuanku Madinah di Tapakis, Pariaman. Ia belajar tariqat pada Syeikh Ahmad Qushasi. Abdurrauf menceritakan tentang riwayat hidupnya dan guru-gurunya di akhir bukunya Umdatul Muhtajin. Dijelaskan pula bahwa dia sangat memuji gurunya Ahmad Qushasi, sebgai pembimbing spritual dan guru di jalan Allah. Dia kemudian memperoleh ijazah dari guru tersebut, sehingga berhak untuk mengajarkan tariqat Syathariah kepada murid-muridnya. Syathariah adalah sebuah aliran tariqat yang muncul pertama sekali di India pada abad 15, nama tariqat ini dinisbatkan pada tokoh pertama yang mempopulerkannya yaitu Abdullah asy-Syatar. Tariqat ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran terhadap Allah SWT dalam batin manusia. Hal itu bisa dicapai melalui pengamalan beberapa macam zikir.
Tariqat Syatariah ini sangat besar pengaruhnya di dunia Islam termasuk di Indonesia. Menurut Aan Marie Scimmel yang sangat otoriatif dalam mengkaji sufisme, setelah membaca penafsiran sufistik Abdurrauf dalam karyanya Daqaid al-huruf, Scimmel menyimpulkan, sebagaimana diutarakan Azyumardi Azra bahwa Abdurrauf sangat sophisticated dalam menjelaskan dan menginterpretasikan wihdatul wujud dalam kerangka syariah. Barangkali ada benarnya bila kemudian paham tawasuf Syathariah disebut dengan wihdatus suhul., melihat kemudahan konsepnya.
Abdurrauf Singkel kembali ke Aceh sekitar tahun 1662 M,dan setibanya di kampungnya segera mengajarkan dan mengembangkan Tariqat Syathariah di Indonesia. Abdurrauf dinilai sebagai tokoh yang cukup berperan dalam mewarnai sejarah tasawuf Islam di Indonesia pada abad k 17. Pada sekitar tahun 1643, saat kesultanan Aceh dipimpin oleh sultanah(ratu) Safituddin Tajul Alam (1641-1675),karena kedudukannya itu sering disebut dengan Syeikh Kuala di Aceh saat menjadi mufti tersebut, dengan dukungan dari pihak kerajaan, ia berhasil menghapus ajaran Salik Buta, tariqat yang sudah ada sebelumnya dalam masyarakat Aceh.
Abdurrauf memiliki sekitar 21 karya tertulis yang terdiri dari 1 kitab tafsir, 2 kitab hadis, 3 kitab fiqh dan kitab-kitab tasawuf. Kitab tafsirnya yang berjudul Turjuman al-Mustafid(Terjemahan pemberi faedah) merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia yang berbahasa Melayu. Sedangkan kitab fiqh yang ditulisnya atas permintaan Sultanah Safiatuddin yang memuat tentang fiqh mazhab Syafi’I sebagai panduan bagi para kadi, ia menulis Miraat at-Tullab fi Tashil Marifatul Ahkam as-syariyyah li malik al-Wahhab(Cermin bagi Penuntut Ilmu Fiqh, untuk memudahkan mengenal segala hukum Syarak Allah), buku ini merupakan buku karangannya yang terkenal, yang disadurnya dari kitab Fathul Wahhab.[3] Dalam bidang tafsir ia menulis Tarjuman al-Mustafid,tafsir pertama dalam bahasa Melayu. Dalam bidang tasawuf ia menulis Bayan al-Tajali(keterangan tentang Tajali),Kifayatul Muhtajin(Pencukup Para Pengemban Hayat), Daqaid al-Huruf(Detail-detail Huruf) dan Umdah al-Muhtajin(Tiang orang-orang yang memerlukan). Buku ini terdiri dari tujuh bab, yang memuat tentang zikir, sifat-sifat Allah dan Rasulnya dan asal-usul ajaran mistik dalam Islam. Tiga kitab terakhir menjadi rujukan utama dalam kajian tariqat Syathariah yang disadur oleh syeikh Burhanuddin Ulakan kemudian diwariskan secara turun-temurun sampai sekarang masih dalam bentuk manuskrip.
C.     Pemikiran Abdurrauf Al-Singkili
Syathariah sebagai sebuah aliran tasawuf, dalam perkembangannya di Indonesia menghadapi dua kutub aliran tasawuf yang berbeda sebagai warisan dari ulama terdahulu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani dan Nuruddin ar-Raniri. Dalam kondisi semacam itu, aliran tasawuf Syathariah menjadi penyejuk bagi perbedaan tajam antara aliran wujudiyyah dan aliran syuhudiyah.
Adapun pokok-pokok pemikiran tasawuf Abdurrauf adalah yang pertama berupa Ketuhanan dan hubungannya dengan alam. Dalam memahami hakekat keberadaan Tuhan, Abdurrauf, menganut paham bahwa satu-satunya wujud hakiki adanya Allah. Alam ciptaanNya adalah  wujud bayangannya yakni bayangan dari wujud hakiki. Walaupun wujud hakiki(Tuhan) berbeda dengan wujud bayangan (alam) namun terdapat kesamaan antara kedua wujud tersebut. Tuhan melakukan tajalli (penampakan diri dalam bentuk alam). Sifat-sifat Tuhan secara tidak lansung tampak pada manusia. Abdurrauf Singkel dikenal oleh masyarakat luas di Sumatera. Ia mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah, sedangkan alam ciptaanNya adalah bukti keberadaan Tuhan dan kekuasaanNya.Pada alam yang tampak realitas ini Tuhan menampakkan diriNya(Tajllai)secara tidak lansung. Pada manusia, sifat-sifat Tuhan secara lansung menampakkan diri begitu sempurna, dan ralatif yang paling sempurna(Insan Kamil0. Sedangkan bagaimana hubungan Tuhan dengan alam adalah ketransedennya Abdurrauf menjelaskan. Sebelum Tuhan menciptakan alam raya(al-alam). Dia selalu memikirkan (bertaakul) tentang dirinya. Yang mengakibatkan terciptanya Nur Muhammad dari Nur Muhammad itu Tuhan menciptakan pola-pola dasar(al-ayan ast-Tsabitah),yaitu potensi dari semua alam raya ,yang menjadi sumber dari pola dasar luar(al-ayan Kharijiyyah) yaitu ciptaan dalam bentuk konkritnya.
Abdurrauf yang sering disebut dengan al-Singkili juga menyimpulkan meskipun al-Ayan al-Kharijiyah merupakan emanasi wujud mutlak, mereka adalah berbeda dari Tuhan itu sendiri. Hubungan keduanya seperti tangan dan bayangan .Meskipun tangan tidak dapat dipisahkan dari bayangannya, yang terakhir itu tidak sama dengan yang pertama . Sedangkan untuk mendapatkan hubungan lansung dengan Tuhan, orang mesti melalui Kasyf. Akal manusia tidak mungkin bisa memahami Tuhan. Maka Kasyf adalah satu-satunya pintu yang bisa dicapai dengan memurnikan tauhid melalui pengajian tariqat syathariah dan mengamalkan zikir serta ibadah dengan kaifiyat sendiri(Azyumardi Azra)
Pemikiran di atas memberikan kesimpulan pada kita bahwa Abdurrauf adalah tokoh penghubung antara paham wujudiyah mulhid, yang diwakili oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani, dan faham syuhudiyah yang diwakili oleh Nuruddin ar-Raniri. Duski Samad(2001:46)menyebutnya merupakan sintesa dari mistiko-filosofis Ibnu Arabi dan al-Ghazali yang memusatkan perhatian pada upaya pencapaian ma’rifah mengenai Allah secara lansung tanpa hijab melalui pensucian hati dan pengahayatan makna ibadah.
Kedua, Insan Kamil adalah sosok manusia ideal. Dalam wacana tasawuf konsep insan kamil lebih mengacu kepada hakikat makhluk dan hubungannya dengan khaliq(Tuhannya). Dalam literature tasawuf hakikat manusia dan hubungannya dengan Tuhan dapat dikelompokkan kepada dua bentuk pemikiran,yaitu konsep yang diperkenalkan al-Hallaj, menurutnya manusia adalah penampakan cinta Tuhan yang azali kepada esensiNya yang tak mungkin disifatkan itu. Oleh karenya Adam diciptakan Tuhan dalam bentuk rupaNya, mencerminkan segala sifat dan nama-namaNya sehingga ia adalah Dia dan konsep  inilah yang dikemas oleh Abdul Karim al-Jilli(826/1422)dalam sebuah karyanya yang berjudul al-insan al-kamil fi al awail wal-akhir.
Ketiga, Jalan kepada Tuhan(Tariqat).Kecendrungan rekonsiliasi syariat dan tasawuf dalam pemikiran al-Singkili sangat kentara sekali ketia ia menjelaskan pemanduan tauhid dan dzikir. Tauhid itu memiliki empat martabat,yaitu tauhidul uluhiyyah, tauhidus sifat,tauhid Zat dan Tauhid Afaal.
Begitu halnya dengan zikir. Zikir diperlukan sebagai jalan untuk menuntun intuisi (Kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk mendapatkan al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga kematian ideasional. Syeikh Abdurrauf menuliskan syarat-syarat yang mesti dilalui sebelum memasuki zikir agar ma’rifah segera didapatkan antara lain:
1.      Sebelum zikir harus taubat dari kemaksiatan
2.      Mandi dan berwudhuk
3.      Menggunakan pakaian bersih dan harum-haruman
4.      Membubuhkan haruman pada tempat zikir
5.      Memilih tempat gelap untuk tempat zikir
6.      Bersila dan Menghadap kiblat
7.      Meletakkan kedua telapak tangan di atas dua paha
8.      Memejamkan mata dalam zikir
9.      Merupakan wajah Syekih (Rabitah)dalam zikir minta bantuan Syeikh dengan hati mulia
10.  Mengiktikadkan minta tolong pada nabi Muhammad
11.  Selalu menetapkan hati pada Allah
12.  Iklas mengahadap Allah
13.  Menyebut la ilaha illaallah dengan takzim dengan menarik kepala dari lambung kiri dibawa ke kanan tempatnya hati
14.  Mengahdirkan makna zikir.La Mabuda
15.  Menafikan selain Allah
16.  Selalu bermujahadah dan biriyadhah(sunguh-sungguh dalam ibadah)
Penekanan pada zikir untuk mendapatkan ma’rifah ini diulas panjang di dalam kitabnya Umdah al-Muhtajin.

D.    Kesimpulan
Syeikh Abdurrauf al-Singkili merupakan salah satu ulama aceh yang sangat terkenal dan merupakan tokoh tasawuf yang dikenal membawa aliran tariqat Syathariah di seluruh Indonesia.[4] Beliau merupakan keturunan Arab, Syathariah adalah sebuah aliran tariqat yang muncul pertama sekali di India pada abad 15, nama tariqat ini dinisbatkan pada tokoh pertama yang mempopulerkannya yaitu Abdullah asy-Syatar. Tariqat ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran terhadap Allah SWT dalam batin manusia. Hal itu bisa dicapai melalui pengamalan beberapa macam zikir. Adapun Ketiga pokok pikiran Syeikh Abdurrauf  adalah Ketuhanan dan hubungan dengan alam, Insan Kamil dan jalan Menuju Tuhan(Tariqat).
E.     Daftar Pustaka

Shalahuddin Hamid,100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia,Cet I(Jakarta:Intimedia Ciptanusantara)2003

Tim Penulis IAIN Ar-Raniry,Ensiklopedi Pemikiran Ulama Aceh(Banda Aceh:Ar-Raniry Press)2005

Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasauf dan Tokoh-Tokohnya Di Nusantara(Surabaya:Usana Offset Printing)





[1] Shalahuddin Hamid,100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia,Cet I(Jakarta:Intimedia Ciptanusantara) hlm 56
[2] Shalahuddin Hamid,100 Tokoh Islam Paling………hlm 57
[3] Tim Penulis IAIN Ar-Raniry,Ensiklopedi Pemikiran Ulama Aceh(Banda Aceh:Ar-Raniry Press)
[4] Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasauf dan Tokoh-Tokohnya Di Nusantara(Surabaya:Usana Offset Printing)hlm 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar