Minggu, 20 Januari 2013

agus salim dan pemikirannya


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Agus Salim lahir di Kota Gadang Sumatera Barat tanggal 8 Oktober 1884. Nama kecilnya Masyudul Haq (pembela kebenaran), ia berasal dari lingkungan keluarga terkemuka pada masyarakat adat Minangkabau. Ia adalah putra kelima dari Sutan Muhammad Salim bekas jaksa Pengadilan Negeri di wilayah Onderhorigheden (daerah bawahan) Riau. Kedudukan inilah yang memudahkan Salim bisa leluasa masuk sekolah Belanda yang waktu itu, hanya diperuntukkan buat anak-anak non pribumi dan pejabat atau priyayi saja. [1]
            Karena jabatan ayahnya itulah yang mengantarkan Salim pada tahun 1891, masuk ke Europeesche Lagere School (ELS) dan tamat pada tahun 1897. ELS adalah sekolah rendah dengan sistem pendidikan Barat, dan pengantarnya menggunakan bahasa Belanda. Rupanya, sejak di WLS ini kecerdasan Salim sudah terlihat dan itu diamati benar oleh Mr.Brouwer seorang guru di ELS. Ia tertarik dan hendak benar-benar mengajar serta memberi ilmu lebih pada Salim.Usai menamatkan ELS di Riau, Salim melanjutkan sekolah ke Hogere Burger School (HBS) di Batavia (kini Jakarta) yang masa belajarnya selama 5 tahun. Di HBS ini lagi-lagi hanya anak-anak dari kalangan pejabat dan bangsawan yang bisa masuk. Untuk kesekian kalinya Salim menunjukkan kecemerlangannya.. Di zamannya, Salim ternyata menjadi siswa HBS terpandai di Hindia Belanda selain di Batavia HBS ada juga di Bandung dan Surabaya.
            Tapi rupanya, ketika di HBS inilah Salim benar-benar masuk dengan sistem kehidupan ala Barat. Hal ini diperkuat dengan, ketika selama di HBS ia kos di rumah Th.Koks yang orang Belanda, baik di lingkungan sekolah maupun rumah (kos), Salim hidup ala Barat. Inilah yang ,membuatnya mengenal konsep-konsep Barat seperti sosial demokrat, sekaligus menjauh dari Islam. Hal ini diakui sendiri oleh Salim, sebagaimana pernah ia tuturkan ketika pada tahun 1953 memberi kuliah di Universitas Conell, USA, ”Sejak di HBS saya telah menjauh dari Islam, hanya karena keluarga yang taat saya tetap Islam.”
            Mengetahui hal itu, ayah Salim menyakinkan bahwa justru orang Belanda yang sarjana saja ada yang masuk Islam, Ia menunjuk nama C.Snouck Hurgronye. Salim lalu membaca buku-buku karya Hugronye. Akhirnya setelah 5 tahun di HBS, pada tahun 1903 salim lulus ia ingin melanjutkan ke Fakultas Kedokteran tapi ayah Salim tak punya dana untuk melanjutkan sampai ke perguruan tinggi, sang ayah mencoba mencari beasiswa tapi gagal. Juga Raden Ajeng Kartini yang terkenal dengan surat-suratnya kepada Abendanon menghimbau pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan jalan kepada Salim agar bisa melanjutkan sekolahnya, bahkan kartini rela besiswa yang mestinya ia terima dialihkan saja ke Salim. Usaha Kartini hampir berhasil, tapi rupanya Salim malah tersinggung bukan kepada Kartini tapi kepada Pemerintah Hindia Belanda. Pasalnya dalam pandangan Salim kalau beasiswa yang ia dapat karena orang lain bukan karena Pemerintah Hindia Belanda mengakui keunggulannya, dan benar beasiswa tersebut gagal ia manfaatkan.
            Gagal mendapatkan beasiswa, Salim kembali ke Riau, dan bekerja sebagai penerjemah dan asisten notaris. Tapi pekerjaan itu hanya dijalaninya selama tiga tahun. Pada tahun 1906 Salim kembali ke Jakarta. Di batavia ini salim bertemu dengan Hurgronye menawari salim bekerja sebagai Konsul Belanda di Jeddah, Arab Saudi.
            Babak baru sebagai Konsul Belanda di Jeddah dijalani salim dari tahun 1906-1911. Inilah yang membuat salim “kembali” pada Islam. selama di Arab Saudi, Salim menghabiskan waktu senggangnya untuk belajar Islam dari sumber-sumber asli, berbahasa arab. bahkan ia juga sempat berguru pada Syekh Ahmad Kahatib, Imam besar Masjidil haram yang berasal dari Sumatra Barat.
            Keislaman Salim telah normal kembali ke jalan yang lurus. tugas sebagai konsul akhirnya selesai pada tahun 1911, dan ia kembali ke jakarta. Atas dorongan keagamaan Salim akhirnya mulai bersikap bahwa bumiputera perlu diperjuangkan dengan keringat sendiri. Salim lalu pulang ke kampung halamannya, menikah dengan saudara sepupunya, Zainatun Nahar. dari perkawinannya mereka dikaruniai delapan anak.[2] Mereka adalah Theodora atia, Yusuf Taufik, Violet Hanisah, Maria Zenibiyang, Ahmad Syauket, Islam Basari, Siti Asiah, dan Mansur Abdurrahman Sidik. 
            Agus Salim meninggal di Jakarta pada tanggal 4 November 1954 pada umur 70 tahun dan dimakamkan di taman makam pahlawan (TMP) Kalibata namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di padang. [3]

B.Rumusan Masalah
            Dari latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
  1. Bagaimana konsep pemikiran Agus Salim?
  2. Bagaimana karir politik sang diplomat ulung?
  3. Bagaimana agama dan nasionalisme menurut Agus Salim?

C. Tujuan Penulisan Makalah
            Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
  1. Untuk mengetahui konsep pemikiran Agus Salim
  2. Untuk menjelaskan karir politik sang diplomat ulung
  3. Untuk menjelsakan bagaimana agama dan nasionalisme menurut Agus Salim

D. Metodologi Pembahasan
Untuk menjawab beberapa permasalahan di atas yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini, penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan pendekatan deskriptif untuk mendapatkan kajian yang memadai guna menemukan jawaban dari rumusan masalah di atas.
 

BAB II
AGUS SALIM DAN  KONSEP PEMIKIRANNYA
A. Konsep Pemikiran Agus Salim
v  Pemikiran Islam Agus Salim
            Pemikiran Agus Salim mengenai agama Islam bersifat progresif dan liberal, Agus Salim mengenal Islam dari pamannya yaitu Syekh Ahmad Khatib yang merupakan seorang imam dan guru mazhab Syafi’i di mesjidil haram. Salim mempelajarinya saat dia bertugas menjadi penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah. Pemikiran dan pemahamannya tentang Islam ini dapat kita lihat dari ceramahnya di Universitas Cornell pada 1953 yang merupakan sebuah perguruan tinggi papan atas di Amerika Serikat yang terletak di ithica dan pernah menjadi pusat kajian terbaik tentang Indonesia. Karena ceramahnya itu, Agus Salim disebutkan sebagai perintis pemikiran neomodernisme di indonesia. Dalam ceramahnya itu dia memperlihatkan pola pemikirannya tentang islam yang bersifat progresif dan liberal.
            Pola pemikiran Agus Salim yang terlihat dalam ceramahnya pada Universitas Cornell itu dapat kita lihat dari caranya memberi pemahaman dan mengenalkan Islam kepada masyarakat yang ada di tempat itu yang kebanyakan tidak mengenal Islam secara mendalam. Menurut Salim kita seharusnya mengenalkan Islam dengan cara menaikkan Islam itu sendiri tanapa menjatuhkan agama lain dan juga membanding-bandingkannya.[4]
            Mengenai Al-qur’an Agus Salim berpendapat bahwa isi dari Al-Qur’an itu harus kita pahami secara konstektual yaitu sesuai dengan tempat dan waktunya, dan dia juga menyatakan bahwa Al-Qur’an harus dibaca berulang-ulang untuk dapat mengerti isinya. Agus Salim mengungkapkan suatu pemahaman Islam yang salah yang terjadi Indonesia pada 1953 yang pada waktu itu sebagian besar penduduknya hidup dalam sektor pertanian, saat itu sektor agama sangat dikuasai oleh guru pengajar Islam di pondok-pondok pesantren dan surau yang terpaku pada fikih, yang  tidak mengalami perubahan berarti dan karena dan karena itu tidak menampung perkembangan dinamika dunia. Menurut Agus Salim dari situlah muncul kecenderungan konservatif yang sulit menerima inovasi untuk dipertautkan dengan pikiran keagamaan, yang akibatnya untuk dapat membedakan apa yang dapat diterima atau tidak adalah dengan menolak semua hal yang dibawa oleh pemikiran asing dan nir islami.
            Agus Salim juga mengungkapkan pemikirannya mengenai ibadat, menurutnya ibadat itu harus dilaksanakan dengan dorongan niat dan pelaksanaan yang ikhlas inilah yang terutama dipegang dalam melaksanakan ajaran Islam. Pemikirannya yang menunjukkan perspektif yang progresif terlihatdari perkataannya bahwa teks dari Al-Qua’an harus dimaknai secra kontekstual, dan kita dapat melihat contohnya pada pemikiran Agus Salim mengenai maslah jilbab atau kerudung yang terdapat pada surat Al-Ahzab ayat 59, di sini Agus Salim mengisyaratkan pemahaman yang lebih konstektual dengan memperhitungkan sebab turunnya (asbabul-nuzul) ayat tersebut.
            Menurutnya anjuran pemakaian jilbab bagi perempuan Muslim tersebut konsteks waktu itu dimaksudkan untuk menugaskan identitas kulturalnya, pandangan Islamnya juga muncul dalam pidatonya yang keras tentang haram cadar dia mengatakan saat itu bahwa salah satu kecondongan adalah memisahkan laki-laki dan perempuan dalam setiap rapat jong Islamiten bond (JIB). Kaum perempuan disembunyikan di belakang sebuah tabir, yang menurutnya kebiasaan ini adalah kebiasaan bangsa Arab dan tidak berasal ari perintah Islam. Karena itu juga Agus Salim menolak asosiasi tabir dengan syahwat seperti yang diklaim oleh kalangan konservatif dan fundamentalis. Agus Salim berpendapat bahwa persoalan tabir itu mencerminkan kepatutan sosial ketika berhubungan dengan para istri yang dipandang sebagai ibu dari kaum Muslim. Inilah yang menyebabkan Agus Salim membongkar tabir dalam suatu rapat JIB.
v  Pemikiran Politik Agus Salim
            Dalam pemikiran ideology Agus Salim menolak konsep-konsep kapitalisme, komunisme (sosialisme marxis) dan nasionalisme sekuler (duniawi). Menurut beliau semua itu dasarnya bersumber dari paham materialisme yang dikembangkan oleh dunia Barat dalam rangka mengganti kesetiaan tertinggi bukan pada ajaran agama, melainkan pada bangsa. Sebagai alternative ia menyodorkan paham sosialisme Islam yang mengajarkan bahwa semua pihak akan menikmati kebahagiannya, yaitu bagi yang bemodal besar harus membantu yang lemah atau tidak mampu. Beliau mengatakan tujuan Islam yaitu persamaan manusia, keadilan, yang sempurna dan ikhtiar serta usaha bersama, kebajikan orang bersama.

            Pemikiran Agus Salim tentang perjuangan untuk mencapai pemerintahan sendiri atau memperoleh kemerdekaan, menurutnya kemerdekaan itu tergantung kepada usaha rakyat bumiputera. Agus Salim menolak pendapat yang statis yaitu menunggu saja kemerdekaan yang akan diberikan oleh bangsa kolonial Belanda. Bangsa yang hendal mencapai kemerdekaannya yang hendak menurut kekuatan dan kecakapan akan berdiri sendiri, tak harus senantiasa menadahkan tangan menantikan pemberian orang saja, melainkan harus menggerakkan segala tenaganya dan berusaha dengan sekuat-kuatnya. Sebelum kita membuktikan bahwa kita kuat dan pandai mengihtiarkan segala keperluan kita sendiri, tidaklah layak kita peroleh kemerdekaan akan berdiri sebagai bangsa sendiri.[5]
            Dalam teori komunikasi. pola berpikir seseorang dipengaruhi oleh latar belakang hidup di lingkungannya, Agus Salim memiliki pola berpikir yang dipengaruhi oleh lingkungannya dalam hal sosial intelektual. Dia adalah anak dari pejabat pemerintah yang juga berasal dari kalangan bangsawan dan agama. Jadi sejak kecil ia hidup di lingkungan yang penuh dengan nuansa-nuansa keagamaan. Setelah menyelesaikan studi sekolah pertengahannya di Jakarta, dia bekerja untuk konsultat Belanda di Jeddah (1906-1909). Di sini dia mempelajari kembali lebih dalam tentang Islam, kendatipun dia memberi pengakuan ” meskipun saya terlahir dalam sebuah keluarga Muslim yang taat dan mendapatkan pendidikan agama sejak dari masa kanak-kanak, (setelah masuk sekolah Belanda) saya mulai merasa kehilangan iman.”[6]
            Dalam hal lain ketika apa yang disebut dengan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) terdiri dari dua golongan ”Kebangsaan” dan golongan ”Islam.” Dari golongan Kebangsaan lima orang yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad hatta, Mr. A.A Maramis, Mohammad Yamin, dan Mr. Ahmad Subardjo. Dari golongan Islam empat orang, Agus Salim, Wahid Hasyim, Abikusno Tjokrosoejoso dan Abdul Kahar Muzakkir.
Masing-masing golongan mempunyai ideologi sendiri-sendiri, mengenai suasana dan jalan pikiran yang dalam sidang-sidang BPUPKI sehingga melahirkan Piagam Jakarta, mereka dari masing-masig kelompok itu sudah sama-sama merasakan asam dan pahitnya perjuangan. Masing-masing setia pada prinsipnya sehingga tidak terjadi perdebatan panjang tentang perbedaan di antara mereka karena situasi tidak mengijinkan yang demikian itu. Tetapi mereka sama-sama berusaha mencari titik pertemuan untuk tempat bertolak, titik pertemuan itulah yang merupakan Piagam Jakarta dan kemudian Undang-Undang Dasar 1945. mereka susun Mukaddimah UUD 1945 yang mengandung lima sila.
UUD disusun secara sederhana, tapi cukup tegas dalam menetapkan hak-hak asasi warga negara yang vital. Antara lain pasal 29 yang menegaskan bahwa negara berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Juga ditegaskan bahwa warga negara republik Indonesia (RI) masing-masing kita memeluk dan mengamalkan ajaran agama masing-masing.

B. Karir Politik Sang Diplomat ulung
            Adapun kisah masuknya Salim ke arena politik terjadi, ketika pada tahun 1915, sebagai seorang penyidik, ia dikirim oleh Pemerintah Hindia Belanda ke surabaya tujuannya untuk menyelidiki apakah Sarekat Islam (SI) yang dipimpin oleh HOS Tjokrominoto yang waktu itu mengadakan muktamar akan mengadakan pemberontakan kepada pemerintah hindia Belanda?Waktu itu, boleh dibilang hanya SI lah punya potensi untuk melakukan pemberontakan.[7]
            Untuk tujuan itulah salim dikirim tapi setelah bertemu dengan Tjokroaminoto dan mendalami SI, salim terpikat hatinya, saat itu pula ia mengirim surat kepada atasannya di Jakarta, bukan melaporkan hasil penyelidikan tapi justru surat pengunduran dirinya. Dengan terus terang Salim mengatakan bahwa hatinya terpikat dengan misi dan visi SI dan karena itu ia keluar sebagai penyelidik.
            Pada tahun 1930, SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Di tahun 1936, karena adanya perselisihan paham di dalam, Salim mendirikan Barisan penyadadar PSII yang kemudian menjadi Partai Penyadar, pasca kemerdekaan RI tahun 1945 salim masuk ke Masyumi.[8]
            Haji Agus Salim sesudah Proklamasi terutama sesudah pasukan Inggris mendarat yang membawa penasihat-penasihat orang belanda, ia menjadi orang yang paling banyak dicari dan banyak diminta pendapatnya. Waktu orang-orang Belanda sebagai bagian atau penasihat pasukan Inggris lebih banyak datang, baikpun orang Belanda maupun Inggris senang mendatangi Haji Agus Salim, karena dengan dia mereka dapat bertukar pikiran yang memadai tingkat pengetahuannya dan pengalamannya. Dalam pemerintahan Republik Indonesia Haji Agus Salim beberapa kali duduk dalam kabinet : Sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir II (1946), dan kabinet Syahir III (1947), Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Amir Syarifuddin (1947), Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta (1948-1949).
            Tugas berat yang ia kerjakan dengan baik adalah upaya mendapatkn pengakuan kedaulatan Republik Indonesia dari negara-negara Arab. Ia bertolak ke Timur Tengah sebagai Menteri Muda Luar  Negeri akhir tahun 1946. Di Cairo ia mendapat rintangan dari duta besar Belanda yang menyatakan bahwa usaha Haji Agus Salim melanggar perjanjian Linggarjati. Pernyataan ini hanya tafsiran Duta belanda sendiri atas instruksi Pemerintah Nederland. Perjanjian persahabatan pertama akhirnya tetap ditandatangani Republik Indonesia dengan Mesir yang diselenggarakan oleh Haji Agus Salim, dan ditandatangani di Mesir pada tanggal 10 juni 1946. Pada waktu Kabinet Syahrir diganti dengan Kabinet Amir Syarifuddin, Haji Agus Salim masih berada di Mesir ia muncul sebagai Menteri Luar Negeri. Kemampuan serta kecakapan agus Salim sebagai diplomat telah menghasilkan pengakuan-pengakuan de jure aras Republik Indonesia dari negara-negara Arab seperti misalnya dari Mesir, Libanon, Syria, Irak, Afghanistan dan Saudi Arabia. [9]
            Sebagai diplomat, kebolehan salim teruji ketika ia memimpin rombongan untuk menyakinkan negar-negara Timur Tengah tentang Kemerdekaan RI. Ini terjadi setelah adanya perjanjian Linggarjati antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang ditandatangani pada 25 Maret 1947. Perjanjian tersebut, rupanya hanya mengakui RI di Jawa dan Sumatra. Tentu saja, Pemerintah RIs terus berupaya untuk mendapatkan semua wilayah RI.
            Untuk itu, ditunjuklah Agus Salim sebagai ketua delegasi dengan anggota antara lain H.M. Rasjidi, Nazir st Pamaentjak, Abdul Kadir Salim dan A.R. Baswedan yang berangkat pada 16 Maret 1947. Mereka berangkat menuju Mesir melalui Bombay, India.. Agus Salim berpidato tanpa teks dalam bahasa Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, dan Arab lengkapnya dengan gaya dan humor-humornya yang mengelitik. delegasi ini dianggap berhasil karena mampu menyakinkan pemerintah dan rakyat Mesir akan perlunya Indonesia merdeka, bersatu dan berdaulat.
            Belanda kebakaran jenggot. Pemerintah Belanda telah mengirimkan bekas duta besarnya di Arab Saudi, Adrians untuk menggagalkan misi Agus Salim tapi tak berhasil. Mesir dan negara-negaranya Arab akhirnya mengakui RI sebagai negara yang berdaulat penuh dan membuka hubungan diplomatik dengan RI.[10]
            Tentang kepiawaian berbahasa, Buya Hamka punya kenangan ini terjadi pada tahun 1934, ketika dalam perjalanan dari padang ke Jakarta Buya Hamka mampir ke Makassar, Sulawesi Selatan. Waktu itu hari Jum’at kebetulan yang menjadi khotib dan imam adalah adalah Haji Agus Salim. Usai shalat Jum’at mereka ngobrol di antara mereka selain Agus Salim, Buya Hamka dan Zain Djambek, ada juga Mohammad Syah Syafi’i, dan Ismail Jamil. Obrolan santai pada masing-masing orang, masing-masing pula bahasa yang digunakan. Dengan M. Syafi’i Haji Agus Salim menggunakan bahasa Belanda, dengan Ismail Jamil ia menggunakan bahasa Inggris, dengan Zain Djambek menggunakan bahasa Arab, sedangkan dengan Buya Hamka menggunakan bahasa Minang. Salim adalah manusia luar biasa dan langka. ia menguasai 7 bahasa asing. Sebagian riwayat menyebutkan Salaim menguasai 9 bahasa asing, dan bahasa-bahasa asing yang ia kuasai itu sebagian besar dipelajarinya secara otodidak.
            Bukti kecakapan salim sebagai diplomat terlihat juga, sewaktu ia menyertai Sutan Syahrir pergi ke sidang Dewan Keamanan PBB bulan Agustus 1947, ketika Dewan Keamanan PBB bulan Agustus 1947 sedang memperdebatkan soal penyerbuan Belanda atas wilayah Republik Indonesia. Menurut kesaksian Syahrir pada waktu itu sikap dunia internasional termasuk Amerika Serikat tampak ”dingin”terhadap Indonesia. Berkat ketangkasan diplomasi Agus Salim telah mampu merubah pandangan dunia umumnya Amerika Serikat khususnya menjadi simpati dan membantu perjuangan rakyat Indonesia. Perubahan sikap dunia ini adalah hasil diplomasi Haji agus Salim.
            Agus Salim menyertai Sutan Syahrir dalam sidang Dewan Keamanan PBB bulan agunstus 1947, waktu Republik Indonesia diterima sebagai ”pihak dalam sengketa” dan berhak bersuara di sidang-sidang Dewan Keamanan. oleh orang-orang inggris yang datang di Indonesia untuk membantu Nederland dan Republik Indonesia mencapai penyelesaian dengan damai mula-mula di bawah pimpinan Lord Inverchapel dan kemudiaan Lord Killearn, haji agus salim banyak dihubunginya dan mampu memberi pengertian tentang sikap dan keadaan di Indonesia. Bagaimana anggapan kalangan Inggris tentang Haji Agus Salim banyak mengadakan percakapan atau hubungan yang meskipun tidak resmi berarti bagi penyelesaian perundingan.
            Pengetahuan agus Salim luar biasa, literatur yang dibacanya begitu luas sehingga intelektualitas yang dimilikinya telah membuat agus Salim begitu pandai dan memiliki pengetahuan umum yang amat luas karena daya tangkap serta daya ingatnya yang luar biasa. Di dalam setiap diskusi maupun medan diplomasi Agus Salim mempunyai kepandaian dan kecakapan bersilat lidah, intelektual, dan mampu menyelesaikan urusan-urusan pelik dengan sederhana.[11]
Ketokohannya semakin dikenal di dunia internasional, ketika ia memimpin delegasi Indonesia dalam Inter Asian relation Conference di India dan berusaha membuka hubungan diplomatik dengan sejumlah negara arab terutama Mesir dan Arab Saudi. .
Agus salim pernah ditugaskan mewakili pemerintah RI menghadiri pelantikan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris (1953) acara penobatan diselenggarakan di Istana Buckingham. Dalam acara itu, agus Salim melihat Pangeran Philip yang canggung menghadapi khlayak ramai yang hadir. Ia tampaknya belum terbiasa menempatkan diri sekadar sebagai pasangan (suami) ratu. Begitu canggungnya, sehingga ia lalai meladeni tamu-tamu asing yang datang dari jauh menghormati peristiwa penobatan isterinya. Untuk sekedar melepas ketegangan Pangeran Philip, Agus Salim menghampirinya seraya mengayun-ayunkan rokok kreteknya sekitar hidung sang pangeran. Kata Agus Salim kemudian, ”Paduka, adakah Paduka mengenali aroma rokok ini?” setelah mencoba menghirup-hirup bau asap rokok kretek itu, sang pangeran lalu mengakui tidak mengenal aroma rokok tersebut. Sambil tersenyum Agus Salim Lalu mengatakan, ”Inilah sebabnya 300 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi (menjajah) negeri kami.” Sang pengeran pun tersenyum dan dengan lebih luwes bergerak dan meladeni tamu-tamunya yang datang dari jauh.
Haji agus Salim adalah tipe seorang pejuang, memiliki karakter pemimpin dan diplomat yang kuat. Dengan bermodalkan kecakapan dan senyuman diplomatnya ia sanggup memaksa lawannya untuk membantu perjuangan dan kepentingan bangsanya. Dia dapat mengalahkan lawan tanpa pihak lawan merasa dikalahkan, atas ketangkasan dan kelihaiannya Haji Agus Salim dijuluki (The Grand Old Man) “Orang Tua Besar” seorang diplomat senior yang cakap dan penuh dedikasi yang tinggi kepada perjuangan serta kepentingan Tanah Air, Bangsa dan Negara.
Dizamannya salim adalah rujukan buat kaum intelektual muda, bahkan ia adalah salah seorang yang membidani lahirnya jong Islamiten bond (JIB) pada tahun 1925, ketika usianya sudah menginjak 41 tahun. Dari kalangn JIB ini pula lahirnya tokoh-tokoh pemimpin bangsa yang setelah kemerdekaan bergabung dalam Partai Masyumi, sebuah partai moralis modern yang membela hak-hak masyarakat dan demokrasi.
Bagaimana peran salim dalam JIB? M.Nasir mengisahkan dengan baik “Bila kalangan pengurus JIB sulit memperoleh jalan keluar untuk menyelesaikan permasalah yang dihadapi, mereka berpaling ke Oude Heer (Salim maksudnya). di depan tokoh penasihat mereka, para cendikiawan muda menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi, setelah mendengar dengan tenang, tiba giliran beliau untuk memberikan keterangan tentang kaitan-kaitan permasalahan yang dihadapi oleh pengurus JIB itu.. Tentu dijelaskan dari semua sudut, para pengurus mendengar dengan jelas terhadap apa yang diterangkan kemudian seorang pengurus menyela, tetapi mana jawabnya? dengan tegas Haji Agus Salim menjawab, Jawaban permasalahn itu ada pada saudara-saudara karena ini persoalan generasi saudara, bukan persoalan saya. Lihat, ini anak saya yang masih kecil jikalau saya menggendongnya terus kapan ia berjalan, biarlah ia mencoba berjalan, terjatuh ia tetapi ia akan beroleh pengalaman dari situ.” [12]
 Begitulah cara Salim memberi jalan keluar, ia tidak memberi ikan-ikannya tapi kail. Ia tak memberi pemecahan permasalahan secara instan tapai mengajak berpikir dan mencarai jalannya sendiri sesuai dengan waktu, tempat, dan siapanya. Cukup sederhana, tapi dengan kesedrhanaan seperti ini barangkali masalah-masalah        yang rumit akan bisa terpecahkan, Kuncinya asal kita mau berpikir dan bekerja untuk itu.

C. Agama dan Nasionalisme
            Sebagai seorang pemikir, agus Salim banyak melontarkan gagasan dalam berbagai kesempatan. Menurutnya tumbuhnya harga diri suatu bangsa berkaitan erat dengan munculnya sekelompok kaum terdidik yang memperoleh peran tertentu karena kesadaran intelektualnya, bukan karena fasilitas dan kemudahan. Namun menurutnya harga diri tidak akan berarti bila kesadaran intelektual itu di pengaruhi faktor-faktor yang bersifat duniawi. Faktor agama mutlak diperlukan dalam rangka pemantapan serta peningkatan harga diri untuk tujuan-tujuan yang mulia.
            Demikian pula saat gencarnya kritikan tajam dari kaum nasionalis yang dipandang merendahkan martabat wanita. Agus Salim ikut merespon dengan berani, menurutnya tabir pemisah dan perlakuan diskriminatif terhadap wanita seperti dikemukakannya pada rapat Jong Islamieten Bond tahun 1925.
Sebenarnya merupakan gejala umum dalam tradisi dimana-mana. dan itu justru bertentangan dengan ajaran Islam karena gejala umum itu bersifat kultural, maka pemecahannya mestilah bersifat kultural pula, yaitu melalui pendidikan dengan cara memberikan kesempatan yang sama bagi pria dan wanita. Pendidikan itu mencakup tiga hal, pertama pendidikan badan supaya bertambah subur, kuat dan elok. Kedua pendidikan hati, supaya bertambah baik budi pekerti dan ketiga pendidikan akal, supaya bertambah banyak kepandaian dan pengetahuannya. Pendidikan jasmani rohani dan ilmiah berlaku bagi pria dan wanita.[13] 
Agus salim tahun 1920 pernah mensinyalir adanya bahaya pengagungan cinta tanah air yang berlebihan dan tanpa kendali. Namun kekhawatiran Agus Salim itu disangkal oleh Soekarno melalui tanggapannya yang berjudul “Ke Arah Persatuan” Agus Salim sendiri mengakui banyak persamaan pemikirannya dengan Soekarno seperti terhadap masalah cinta bangsa dan kemuliaan bangsa dan kemerdekaan tanah air serta medan juang melawan politik penjajah.


Bedanya adalah dalam merespon pertanyaan. untuk apa cinta tanah air? Bung Karno, lebih berorientasi pada perjuangan kehidupan duniawi, sedangkan menurut Agus Salim gerakan membela tanah air tidak lagi terbatas pada usaha membedakannya dari belenggu penjajah atau pada kecintaan nyiur hijau atau kilatan emas dari padi menguning melainkan kecintaan kepada yang lebih tinggi yaitu mencintai tanah air sebagai anugerah dari Allah, dalam rangka beribadah kepadanya, maka ia berjuang untuk memerdekakan tanah air dari penjajah dan kemudian membangunnya.
Dalam beragama ia menampakkan toleransinya yang tinggi terhadapap kaum beragama. Salah Seorang Belanda yang sudah mengenal Haji Agus Salim sebelum perang ingin mengejutkan Haji Agus Salim dengan sebuah berita yang dibawannya: “Zeg Salim” bagaimana itu, adik anda masuk agama Katolik. haji agus Salim mempunyai adik (Khalid Salim) yang selama lima belas tahun meringkuk di Digul, karena ia dituduh komunis. Dengan tenang Haji Agus Salim menjawab. “Gode Zijdank, Alhamdulillah ia sekarang lebih dekat dengan saya. Orang Belanda itu terkejut dan bertanya. “ mengapa anda berterima kasih kepada tuhan? jawab Haji Agus Salim, “Ia dulu orang komunis, tidak percaya tuhan, sekarang dia percaya pada Tuhan”[14]
Sebagai wujud penghargaan pemerintah RI terhadap jasa-jasanya, Agus Salim pernah menerima tiga tanda jasa yaitu Bintang Mahaputra Tingkat I (17 agustus 1960), Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan (20 Mei 1961) dan Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK Presiden RI No. 657 Tahun 1961). Dalam dunia tulis-menulis, agus Salim termasuk tokoh yang cukup produktif dalam menuangkan buah pikirannya. Ada sekitar 35 buah naskah karangannya yang dihimpun oleh Tim Perumus Buku Seratus tahun haji agus salim(1984). agus Salim juga seorang penerjemah buku sejarah dan sastra.





v  Agus Salim Dalam Pandangan Penulis
Perjuangan Agus Salim dalam meraih kemakmuran bagi rakyat Indonesia  patut kita apresiasi bersama sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, Agus Salim juga dapat kita katakan seorang tokoh yang berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan indonesia. Kenikmatan hidup saat ini yang kita rasakan di indonesia tak lain dan tak bukan adalah hasil jerih payah dari para pejuang kemerdekaan dan alangkah lebih baik apabila perjuangan mereka di masa lalu dapat kita hayati untuk menambah semangat dalam diri menggali khazanah-khazanah keislaman. Kemudian juga Agus Salim manusia yang serba bisa, Agus Salim adalah penerjemah, ahli sejarah, wartawan, sastrawan,  dan diplomat. dan ia juga mengusai 7 bahasa asing dan bahasa-bahasa asing yang ia kuasai itu sebagaian besar dipelajarinya secara otodidak. Agus salim juga seorang tokoh yang sangat disiplin dalam mendidik dirinya dan keluarganya.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Agus Salim merupakan seorang tokoh politik yang sangat cemerlang dalam kehidupannya, sejak kecil beliau telah terdidik dengan dunia luar dan banyak bergaul dengan orang Belanda sehingga menyebabkan beliau diberi kepercayaan untuk menjadi konsulat Belanda di Jeddah. Ketika di Jeddah belaiu telah mempelajari dan mendalami ilmu agama dari saudaranya Syeikh Ahmad Khatib. Setelah kembali semula ke tanah airnya, beliau mula menggiatkan diri dalam bidang plitik dengan menyertai Sarekat Islam (SI) yang pada ketika itu berada di bawah pimpinan Tjoakroaminoto. Beliau dan Tjokroaminoto bersama-sama memimpin dan menguruskan SI untuk menjaga kepentingan rakyat dalam berbagai aspek, bukan saja politik tetapi juga ekonomi dan sosila. Sepanjang penglihatannya dalam politik, Agus Salim telah memperkenalkan idea telah membentuk disiplin politik daripda co-operatie kepada non co-operatie. Hal ini dapat dilihat secara jelas ketika beliau mengambil keputusan untuk mengeluarkan SI daripada Volksraad pada tahun 1924. Namun begitu beliau mengubah semula disiplin non co-operatie kepada co-operatie selepas belaiu keluar daripada partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan menumbuhkan Partai Penyedar. Idea politik belaiu ini juga diikuti oleh partai-partai lain di Indonesia.
            Agus Salim adalah pejuang kemerdekaan RI ia adalah anggota 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945. Agus Salim memulai semua itu dari dunia jurnalistik pada tahun 1915 diluar dunia jurnalistik Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam (SI) pada tahun 1915 dan menjadi pemimpin kedua setelah HOS Tjokroaminoto. Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI begitu besar selain menjadi anggota panitia BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945 beliau juga pernah menjabat Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Syahrir II (1946) dan Kabinet III 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Syarifuddi, dan menteri Luar Negeri pada Kabinet Hatta 1948-1949. Agus Salim berjasa menjadi pembuka hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947.

DAFTAR PUSTAKA

Deliar Noer, Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa, Bandung : Mizan, 2001
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta : Gema   Insani, 2006
Mohammad Roem, Djedjak Langkah Haji Agus Salim, Jakarta :Tinta Mas, 1995
Shalahuddin Hamid, Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam Yang Berpengarauh di Indonesia, Jakarta Selatan : Intimedia Cipta Nusantara, 2003
www. Kidnesia. com/ kidnesia/ potret-negeriku/teropong-Daerah Sumatera-barat/ Tokoh/ H. Agus-Salim di akses tanggal 8 Oktober 2012
www. pkesinteraktif. com/edukasi/sosok/854-biografi-dan-pemikiran-Agus-Salim-1884-1954. html di akses tanggal 8 Oktober 2012
www. pelaminan minang. com/tokoh-minang kabau/haji-Agus-Salim.html di akses tanggal 8 Oktober 2012
ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/10?&showinterstitial=1&u=%2fjournal%2fitem Di akses pada tanggal 7 januari 2013














[1] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh abad 20, Jakarta: Gema Insani, 2006, hal.40.
[2] www. Pelaminan Minang. com/ Tokoh-Minangkabau/ Haji-Agus Salim. html . di akses tanggal 8 oktober 2012 
[3]  www. Kidnesia. com/ kidnesia/ Potret- Negeriku/ Teropong-Daerah Sumatera-Barat/ Tokoh/ H. Agus –Salim. di akses tanggal 8-oktober 2012
                [4]ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/10?&show-interstitial=1&u=%2fjournal%2fitem Di akses pada tanggal 7 januari 2013 .
                [5]Mohammad Roem, Djedjak Langkah Haji Agus Salim, Jakarta :Tinta Mas, 1995. hal, 18 
[6] www. Pkesinteraktif. com/ edukasi/ sosok/ 854-biografi-dan- pemikiran-Agus Salim-1884-1954. html. di akses tanggal 8 oktober 2012
[7] Deliar Noer, Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa, Bandung: Mizan, 2001. Hal. 283  
[8] Hery, Tokoh-Tokoh Islam…hal. 43 
[9] Shalahuddin hamid. Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam Yang Berpengaruh Di Indonesia, Jakarta Selatan: Nusantara Lestari Ceriapratama, 2003. hal. 311
[10] Hery Mohammad, Tokoh-tokoh Islam…hal. 44  
[11] Shalahuddin, Iskandar, Seratus tokoh…hal. 313 
[12]  Herry Mohammad, Tokoh-tokoh…hal. 45
[13] Shalahuddin, Iskandar, Seratus Tokoh…hal 315-316 
[14]  Shalahuddin, Iskandar, Seratus Tokoh…hal 316-317

Tidak ada komentar:

Posting Komentar