Selasa, 31 Desember 2013

Kurikulum PAI Pada Sekolah Umum



Makalah Perbaikan : Pengembangan Kurikulum

Kurikulum PAI Pada Sekolah Umum

(Suatu Analisis Evaluatif dan Implementatif)
DI
S
U
S
U
N

OLEH:

SARI MASYITA

NIM : 24121382-2

KONSENTRASI KEPENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pembimbing :

Prof.Dr.Warul Walidin AK,MA

Dr.Saifullah,MA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH

2013








 
KATA PENGANTAR
            Segala Puji hanya patut dipersembahkan kepada Sang pencipta Alam semesta yang yaitu Allah Swt yang selalu memberikan kita kesempatan bernafas dan bersyukur atas segala nikmat dan karuniaNya, termasuk nikmatnya menuntut ilmu yang dengan itu semua mampu menambah keimanan dan keyakinan kita kepadaNya.
            Shalawat dan salam kepada Rasulluah tercinta yang merupakan nabi akhir zaman yang begitu mancintai ilmu. Teladan kita semua .Salam cinta untuk Rasulluah Saw.Seta shalawat dan salam kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya yang begitu mencintai Allah dan selalu setia kepada Rasulluah.
            Terima kasih penulis kepada dosen pengasuh mata kuliah Pengembangan Kurikulum yaitu Prof.Dr.Warul Walidin AK,MA dan Dr.Saifullah,MA yang begitu bijaknya dalam membimbing penulis hingga mampu menyelesaikan sebuah makalah yang sangat luar biasa ini. Semoga Allah memberikan pahala yang setimpal atas keiklasan Beliau dalam menyumbangkan ilmunya kepada penulis.
            Terima kasih buat teman-teman yang banyak membantu penulis serta memberikan motivasi sehingga makalah ini mampu penulis selesaikan tepat pada waktunya, semoga kasih sayang Allah selalu dilimpahkan kepada teman-teman semuanya.
            Penulis menyadari bahwa begitu banyak kekurangan di dalam makalah ini, mohon sekiranya kritik dan saran yang membangun sehingga makalah ini bisa menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi kita semua.



                                                                                                                            Wasaalam

                                                                                                                               Penulis


                                                                                                                          Sari Masyita
                                                                                                            




        
Kurikulum PAI Pada Sekolah Umum
(Suatu Analisis Evaluatif dan Implementatif)
A.    Pendahuluan
             Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[1]Sehingga kurikulum merupakan salah satu komponen pokok aktivitas pendidikan, dan merupakan penjabaran idealisme, cita-cita, tuntutan masyarakat, atau kebutuhan tertentu. Dari kurikulum inilah akan diketahui arah pendidikan, alternatif pendidikan, fungsi pendidikan, serta hasil pendidikan yang hendak dicapai dari aktivitas pendidikan.
              Kurikulum PAI merupakan seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam/atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam. Termasuk juga didalamnya segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang berdampak pada tertanamnya ajaran Islam dan.atau tumbuh kembangnya nilai-nilai Islam pada salah satu atau beberapa pihak. Pada yang terakhir ini biasanya terwujud dalam bentuk penciptaan suasana religius di sekolah.[2]
             Kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek Al-Qur’an Hadits, keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih ( hukum Islam), dan aspek Tarikh (sejarah). Pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengantarkan peserta didik agar memiliki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, keunggulan akhlak, wawasan pengembangan dan keluasan iptek, dan kematangan professional.
               Secara normatif pendidikan islam (PAI) di sekolah umum sebagai refleksi pemikiran pendidikan Islam, sosialisasi, internalisasi, dan rekontruksi pemahaman ajaran dan nilai-nilai Islam. Secara praktis PAI bertujuan mengembangkan kepribadian muslim yang memiliki kemampuan kognitif, afektif, normatif, dan psikomotorik, yang kemudian dikewajantakan dalam cara berfikir, bersikap, dan bertindak dalam hehidupannya.[3]Sehingga diharapkan dengan pembelajaran PAI dapat menjadikan pesrta didik mampu mengembankan kepribadian sebagai muslim yang baik, menghayati dan mengamalkan ajaran serta nilai islam dalam kehidupannya. Dan kemudian PAI tidak hanya dipahami secara teoritis, namun dapat diamalkan secara praktis.                 
              Pendidikan Agama Islam di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompetensi (competence), tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Lickona bahwa untuk mendidik moral anak sampai pada tataran moral action diperlikan tiga proses pembinaan secara berkelanjutan mulai dari proses moral knowling, moral feeling, hingga moral action .[4]
B.     PEMBAHASAN
1.      Kurikulum PAI Pada Sekolah Umum (Analisis Evaluatif )
a.       Pengertian Evaluasi Kurikulum
            Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed back) bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. [5]
            Evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dak kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum, sedangkan penilaian hasil belajar adalah suatu kegatan pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran informasi tentang proses dan hasil belajar peserta dudik berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat keputusan.
              Menurut Sukmadinata evaluasi kurikulum pada dasarnya adalah suatu proses untuk mengecek keberlakuan kurikulum yang harus diterapkan dalam empat tahap, yaitu, evaluasi terhadap tujuan, evaluasi terhadap pelaksanaan, evaluasi terhadap efektivitas, dan evalusi terhadap hasil. [6]Evaluasi terhadap tujuan berkaitan dengan sasaran maupun arah yang akan dituju dan dicapai karena tujuan sumber dari harapan masyarakat bukan hanya sebuah rancangan kurikulum saja. Dalam evalausi itu perlu dipertimbangkan adanya hambatan yang akan muncul dalam upaya mencapai tujuan tersebut.
Materi kurikulum perlu dieavaluasi, yaitu berkaitan deangan  relevansi materi pembelajaran dengan tujuan, sehingga dapat memberikan pengalaman belajar. Evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui relevansi materi pembelajaran dengan perbedaan ataupun perkembangan individu secara psikologis, sehingga dapat  terjadi perubahan perilaku yang optimal. Evaluasi dalam hal ini dilakukan dengan maksud mengetahui sampai sejauh mana proses dapat memberikan hasil berupa perubahan perilaku secara optimal.[7]
Evaluasi terhadap metode dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode dan strategi pembelajaran serta perbaikan peningkatan pada kekurangan-kekurangan yang muncul. Demikian pula terhadap komponen evaluasinya itu sendiri sehingga dapat diketahui apakah evaluasi yang dilakukan sudah tepat.
Untuk melihat efektivitas kurikulum mencapai hasil yang optimal diperlukan evaluasi secara terus-menerus yang meliputi proses dan hasil kurikulum tujuan. Evaluasi proses adalah untuk mengetahui sejauh mana kurikulum sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sedangkan evaluasi proses untuk mengetahui seberapa baik proses berjalan secara optimal sehingga dapat mencapai tujuan.
Evaluasi sebagai suatu proses, dilakukan baik terhadap unsur tertentu maupun keseluruhan perangkat kurikulum dan dilakukan pula baik terhadap unsur tertentu maupun keseluruhna pelaksanaan kurikulum.
b.      Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum PAI
            Kurikulum dapat dipandang dari dua sisi. Sisi pertama kurikulum sebagai suatu program pendidikan atau kurikulum sebagai suatu dokumen. Dan sisi kedua kurikulum sebagai suatu proses atau kegiatan. Dalam proses pendidikan kedua sisi ini sama pentingnya, seperti dua sisi dari satu mata uang logam. Apa artinya sebuah program tanpa diimplementasikan dan apa artinya implementasi tanpa program yang menjadi acuan. Evaluasi kurikulum haruslah mencakup kedua sisi tersebut, baik kurikulum sebgai dokumen yang dijadikan pedoman, maupun kurikulum sebagai suatu proses, yakni implementasi dokumen rencana tersebut.[8]
a)      Evaluasi Kurikulum sebagai Suatu Program atau Dokumen
                  Suatu program atau dokumen  kurikulum memiliki beberapa komponen pokok, yakni tujuan yang ingin dicapai, isi atau materi kurikulum itu sendiri, strategi pembelajaran yang direncanakan, serta rencana evaluasi keberhasilan.
1.      Evaluasi Tujuan
Rumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang ada dalam dokumen kurikulum. Evaluasi kurikulum sebagai dokumen adalah evaluasi terhadap tujuan. Dalam pelaksanaan kurikulum PAI guru dituntut untuk paham tentang kurikulum serta tahu apa tujuaanya.
Secara umum, pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam , sehingga menjadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Rumusan tujuan PAI tersebut mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa disekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya  proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya.[9]
Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran islam ( tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
             Evaluasi tujuan kurikulum PAI ini bertujuan untuk melihat kesesuaian tujuan kurikulum PAI dan pelaksanaan programnya  yang di implementasikan guru PAI di depan kelas. Guru PAI sebagai pelaksana kurikulum berkepentingan melakukan evaluasi kurikulum dengan melakukan penilaian hasil belajar peserta didik untuk melihat sejauhmana keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan juga untuk melihat apakah sudah tercapai atau belum tujuan pendidikan agama Islam tersebut. Informasi yang diperoleh menjadi umpan balik bagi pelaksanaan dan pengembangan kurikulum lebih lanjut agar kedepan guru bisa memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki guna tercapainya tujuan pendidikan agama Islam.

2.       Evaluasi terhadap Isi/Materi Kurikulum
            Isi pelajaran bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, akan tetapi materi atau isi pelajaran PAI disusun untuk mencapai tujuan kurikulum PAI.
            Dalam pelaksanaan dilapangan, materi PAI jangan hanya disampaikan terkait dengan aspek-aspek kognitif dan psikomotorik saja, tetapi juga dari aspek afektif. Karena hal yang cukup penting terkait dengan pembinaan sikap dan cita rasa beragama terkait dengan aspek afektif. Sehingga hal ini menjadi solusi yakni melalui keteladanan atau peragaan hidup secara riil serta penciptaan suasana yang religius di sekolah umum.
               Oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi terhadap terhadap materi atau isi pelajaran PAI, agar terciptanya siswa yang tidak hanya mempunyai pengetahuan saja tapi mampu menjadi siswa yang mempunyai moral yang baik.
             Dalam menghadapi tantangan global, maka materi PAI tidak hanya persoalan keagamaan secara sempit namun juga menyentuh wilayah sosial. Maka perlu ada reiorentasi wawasan PAI yang kontekstual.  Materi PAI yang demikian diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi problematika ekonomi, moral, sosial, dan politik bangsa Indonesia.

3.       Evaluasi terhadap Strategi Pembelajaran
            Sebagai suatu pedoman bagi guru, kurikulum juga seharusnya memuat petunjuk-petunjuk bagaimana cara pelaksanaan pembelajaran atau cara mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Salah satu aspek yang berhubunngan dengan implementasi kurikulum adalah aspek pedoman perumusan strategi pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru haruslah menjadi salah satu cara untuk mencapai tujuan kurikulum PAI.
Strategi pembelajaran haruslah di evaluasi dan dilihat apakah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru sesuai dan dapat mendukung untuk keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan Agama Islam. Kemudian juga dilihat apakah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat mendorong aktivitas dan minat siswa untuk belajar.
Selanjutnya strategi pembelajaran juga harus dilihat apakah strategi tersebut mampu mendorong kreatifitas guru serta sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia. Kemudian hal yang juga harus diperhatikan ketika memilih strategi pembelajaran apakah sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Karena siswa adalah organisme yang sedang berkembang, yang dalam setiap tahap perkembangannya memiliki karakteristik dan sifat-sifat tertentu.
Dalam pelaksanaannya, diakui PAI mengalami banyak tantangan diantaranya; minimnya jam pelajaran yang diberikan. Dalam waktu yang singkat itu, guru harus menyampaikan materi yang cukup padat terhadap peserta didik.[10] Maka diperlukan suatu pendekatan/strategi  yang efektif agar materi PAI dapat disampaikan secara bermakna, sehingga dapat mengoptimalkan sedikitnya jam mata pelajaran di sekolah.
b)      Evaluasi pembelajaran sebagai Implementasi Kurikulum
             Evaluasi terhadap implementasi pembelajaran juga sanagat diperlukan, terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan untuk menilai implementasi pembelajaran tersebut, yaitu:
1.      Apakah implementasi kurikulum yang dilaksanakan oleh gruru sesuai dengan program yang direncanakan
2.      Sejauh mana siswa dapat berpastisipasi aktif dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

4.      Evaluasi terhadap Program Penilaian
           Komponen yang keempat , yang harus dijadikan sasaran penilaian terhadap kurikulum sebagai suatu program adalah evaluasi terhadap program penilaian. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan adalah :
1.      Apakah program evaluasi relevan dengan tujuan yang ingin dicapai
            Tujuan merupakan inti dari suatu program kurikulum. Keberhasilan kurikulum pada dasarnya adalah keberhasilan mencapai tujuan kurikulum itu sendiri. Oleh sebab itu, maka program evaluasi perlu diuji kerelvannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
2.      Apakah program evaluasi yang direncanakan mudah dibaca dan difahami oleh guru
            Alat evaluasi beserta pedoman pengolahannya harus dapat dibaca oleh guru, sehingga memungkinkan guru menjadikannya sebagai pedoman. Pedoman evaluasi dapat memberikan petunjuk bagi guru untuk menentukan tingkat penguasaan dan pencapaian kompetensi yang pada akhiranya dapat menentukan kriteria kelulusan untuk setiap siswa.
3.      Apakah program evaluasi mencakup aspek perubahan perilaku
             Evaluasi yang baik bukan hanya mengukur kemampuan siswa dalam aspek tertentu saja, akan tetapi harus mengukur semua aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Program evaluasi yang hanya mengukur salah satu aspek dapat menyebabkan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidak optimal.
            Tujuan evaluasi adalah menemukan nilai dalam arti suatu evaluan dan evaluator dan memberikan informasi mengenai evaluan kepada pembuat keputusan dengan memberikan alternatif pemecahan masalah yang dihadapai sedangkan keputusan tetap berada pada pembuat keputusan tersebut. Oemar hamalik meyebutkan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk menentukan sejauhmana program pendidikan telah terlaksana sesuai dengan harapan serta untuk menentukan sejauhmana tujuan-tujuan program yang ingin dicapai. Demikian halnya dengan tujuan evaluasi kurikulum PAI untuk melihat sejauh mana program tersebut telaksana demi tercapainya tujuan dari pendidikan.

3.      Implementasi Kurikulum PAI
           Penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam, memiliki sifat kebertangantungan yang sangat tinggi, ia sangat dipengaruhi oleh fasilitas serta potensi yang tersedia di sekolah, lingkungan, masyarakat, serta lingkungan pergaulan para siswa, latar belakang keluarga. Dipengaruhi pula oleh bagaimana persepsi guru yang bersangkutan terhadap kurikulum.[11]
Dalam kerangka penerapan kurikulum PAI pada sekolah, para guru agama diperlukan mampu membaca “visi” sebuah kurikulum, yakni ide-ide pokok yang terkandung di dalam tujuan-tujuan kurikulum. Ide pokok tersebut dibentuk dari filsafat, teori serta kebijakan-kebijakan formal yang melandasinya. Di samping kemampuan mereka dalam menganalisis struktur kurikulumnya, guru juga harus mampu membaca visi kurikulum PAI , terutama agar persepsi yang dibentuk dalam pemikiran guru agama itu terdapat relevansi dengan visi kurikulum yang secara prinsip terkandung dalam tujuan-tujuan kurikulumnya.
Pemahaman yang relevan terhadap kurikulum mata pelajaran PAI, penting sekali bagi para guru Agama Islam, sebab selanjutnya akan dijadikan pedoman bagi mereka, dalam sistem pengembangan/penerapan kurikulumnya secara sistemik dan sistematis. Pendidikan Agama Islam diharapakan dapat menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa dan akhlak,serta aktif membangun peradaban keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermatabat.
  Pembelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan bentuk nyata pelaksanaan Kurikulum PAI dalam kelas yang melibatkan unsur-unsur personal Kepala Sekolah dan Guru, siswa, sumber belajar serta sarana dan prasarana keberhasilan suatu pelaksanaan. Para ahli mengemukakan tentang konsep pembelajaran, diantaranya Sujana bahwa pembelajaran tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek (sasaran didik) sedangkan mengajar menunjuk pada apa dilakukan oleh guru.
Proses pembelajaran Kurikulum Pendidikan Agama Islam sebagai rencana yang memiliki komponen-komponen yang teridiri dari : Tujuan, materi pelajaran, Proses/Metode serta penilaian.
Adapun fakor-faktor pendukung implementasi kurikulum PAI sebagai berikut :
1). Faktor Guru
Guru merupakan salah satu unsur kependidikan yang berperan aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tutunan masyarakat yang semakin berkembang. Karena itu guru tidak semata-mata sebagai transfer of values, melainkan juga sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Faktor guru cukup berperan dalam implementasi kurikulum dan berakibat lansung pada perubahan sekolah sebagai suatu sistem sosial.
Guru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Para pakar menyatakan bahwa, betapa bagusnya sebuah kurikulum hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan guru di dalam ataupun diluar kelas. Kualitas pembelajaran yang sesuai dengan rambu-rambu PAI dipengaruhi pula oleh sikap guru yang kreatif untuk melilih dan melaksanakan berbagai pendekatan dan model pembelajaran. Karena profesi guru menuntut sifat kreatif dan kemauan mengadakan improvisasi . [12]
Oleh karena itu guru harus menumbuhkan dan mengembangkan sikap kreatifnya dalam mengelola pembelajaran dengan memilih dan menetapkan berbagai pendekatan, metode, media pembelajaran yang relevan dengan kondisi siswa dan pencampaian kompetensi , karena guru harus menyadari secara pasti belumlah ditemukan suatu pendekatan tunggal yang berhasil menangani semua siswa untuk mecapai berbagai tujuan.
Keberhasilan pendidikan Agama Islam dapat dipengaruhi jua oleh beberapa faktor. J. Mars dalam Curriculum Proces in the Primary School mengemukakan bahwa ada 5 unsur yang dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan pembelajaran disekolah, yaitu:
(a)           Dukungan dari kepala sekolah
(b)          Dukungan dari teman sejawat atau sesama guru
(c)           Dukungan dari siswa sebagai peserta didik
(d)          Dukungan dari orang tua atau masyarakat
(e)           Dukungan atau dorongan guru sebagai pendidik
Dari kelima unsur di atas yang paling menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran adalah faktor guru. Posisi dan peran guru dalam pendidikan merupakan ujung tombak dalam menentukan berhasil tidaknya suatu rancangan program pembelajaran.
Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Dalam proses pembelajaran guru bukanlah hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, akan tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning),dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak di pundak guru. Oleh karenanya keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.
Menurut Dunkin, ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran di lihat dari faktor guru yaitu:
         (a)        Teacher formatif experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka meliputi tempat asal kelahiran guru,suku,latar belakang budaya dan adat istiadat,keadaan keluarga dimana guru itu berasal,apakah berasal dari kelaurga yang tergolong mampu atau tidak.
          (b)        Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, minsalnya pengalaman latihan professional,tingkatan pendidikan pengalaman jabatan dan lain sebagainya.
          (c)        Teacher properties,adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru. Misalnya sikap guru terhadap profesinya,sikap guru terhadap siswa,kemampuan atau interlegensi guru, motivasi dan kemampuan dalam pengelolaan dalam pembelajaran termasuk  di dalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evalusi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran.
2). Faktor Siswa
 Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masig-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama.
Seperti halnya guru  faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa (pupil formative experience) serta faktor sifat yang dimilki siswa (pupil properties).
Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin, tempat kelahiran dan tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal dan lain sebagainya. Sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar,pengetahun dan sikap.
Sikap dan penampilan siswa didalam kelas, juga merupakan aspek lain yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang sangat aktif (hyperkinetik) dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga siswa dikemukan siswa yang memilki motivasi yang rendah dalam belajar. Semua itu akan mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.

3). Faktor Sarana dan Prasana
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Pendidikan Agama Islam memiliki ketergantungan yang sangat tinggi, ia dipenggaruhi oleh fasilitas, kondisi sekolah, keluarga, siswa serta bagaimana persepsi guru terhadap kurikulum.
Departemen Agama mengemukakan ciri-cirir siswa dan permasalahan yang dihadapinya pada sekolah umum, kemampuan siswa heterogen, waktu jam pelajaran yang terbatas, minat siswa besar pada mata pelajaran lain, dan sarana PAI yang terbatas.
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara lansung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Sedangkan prasana adalah sesuatu secara tidak lansung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya, jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya.
Kelengkapan sarana dan prasana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran, dengan demikian sarana dan prasana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Beberapa keuntungan bagi sekolah yang memilki kelengkapan sarana dan prasana, yaitu:
  a)kelengkapan dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar.
 b) kelengkapan sarana dan prasana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar.
4).   Faktor Lingkungan                                       
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan dan faktor iklim sosial-psikolgis. Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim soisal-psikologis, maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal.
Iklim sosial-psikologis secara internal  adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa; antara siswa dengan guru; antara guru dan guru bahkan guru dengan pimpinan sekolah. Iklim-piskologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar; minsalnya sekolah dengan orang tua siswa,hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat dan lain sebagainya.
Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai fundamental Islam, dimana setiap muslim terlepas dari displin ilmu apapun yang akan dikaji. Namun, persoalan yang kemudian muncul adalah pratek dan realita sosial yang terjadi di Indonesia, sering kali menjadi tolok ukur berhasil atau tidaknya suatu pendidikan agama Islam disekolah. Buruknya kehidupan sosial di indonesia ditandai dengan praktek hidup korup, tingginya penggunaan narkoba serta kehidupan yang materialistik menjadikan pendidikan agama Islam disekolah sebagai pihak yang memikul tanggung jawab.
Ketua majlis Indonesia K.H. Sahal Mahfudz, menilai bahwa pendidikan agama Islam selama ini belum bisa mempengaruhi sistem etika dan moral peserta didik, intelektual sekaligus aktifis pendidikan, Haidar Bagir menilai pendidikan agama Islam tidak tidak lebih dari formalisme belaka, yang tidak ‘berbekas’ pada anak didik pendidikan agama Islam menurutnya terfokus pada arah kognisi sehingga ukuran keberhasilan anak didik dinilai ketika telah mampu menghafal dan menguasai materi, bahkan bagaimana nilai-nilai pendidikan agama islam seperti nilai keadilan, menghormati, silaturrahim, dsb, dihayati sungguh-sungguh dan kemudian di praktekkkan.
Ini menunjukkan bahwa pendidikan agama Islam selama ini lebih memfokuskan pada aspek kognitif dan kurang dapat melakukan transfer nilai yang harus diaplikasikan serta aktual bagi kehidupan siswa. Akibatnya materi dalam kurikulum pendidikan agama islam hanya di paham sebagai pengetahuan semata yang cukup hanya di mengerti dan dihafalkan, yang akhirnya PAI menjadi seperti “bonsai” yang hanya cukup untuk memperindah ruangan.
Oleh karena itu Perlu adanya revitalisasi pendidikan agama islam yang melibatkan semua pihak yang terkait baik orang tua, guru, maupun masyarakat, perlu mengkaji proses dan struktur terbentuk aspek afektif dalam prosespembelajaran agama islam.
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka revitalisasi pendidikan agama Islam antara lain:
a. melakukan penilaian pencapaian belajr yang berorientasi pada aspek afektif tidak hanya terpusat pada kognitifnya saja.
b.  Mengubah cara pandang terhadap kurikulum pendidikan agama Islam.
c. Adanya pendekatan yang bersifat values clarification dalam pembelajan PAI.
d. Mengubah strategi pembelajaran dari model pembelajaran tradisional menjadi model pembelajaran yang inovatif serta menyenangkan
e. Adanya kerja sama antara guru, kepala sekolah, masyarakat dan keluarga dalam memperhatikan perkembangan sikap anak.
f.Tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap di sekolah
Dengan demikian dalam tataran praksis bahwa kurikulum sebagai hasil belajar dan sebagai pembelajaran. Pembelajaran agama Islam bukan sekedar kurikulum tertulis yang hanya disampaikan sebagai pengetahuan (kognitif) saja. Tetapi kurikulum PAI mampu memberikan nilai terhadap peserta didik dengan pemahaman, perilaku, sikap terhadap materi yang ada.
C.     Kesimpulan
1.       Kurikulum PAI merupakan seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam/atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam.
2.      Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum PAI pada Sekolah Umum ,yaitu:
a.       Evaluasi Kurikulum sebagai Suatu Program atau Dokumen
b.      Evaluasi pembelajaran sebagai Implementasi Kurikulum
3.      Adapun fakor-faktor pendukung implementasi kurikulum PAI sebagai berikut :
a.       Guru
b.      Siswa
c.       Sarana Prasarana
d.      Lingkungan







DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid,dkk,Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2005
Arief Furchan, Ph.D.dkk.Pengembangan Kurikiulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam,Yogyakarta:Pustaka Belajar,2005
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung:PT Remaja Rodkarya, 2004
Muhaimin, Rekontruksi Pendidikan Islam, ( Jakarta : rajawali Press, 2009),
Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi komunikasi dan Informasi, Bandung; Alfabeta. 2010
Tasman Hamami, Pemikiran Pendidikan Islam, dalam ringkasan Desertasi Program Pasca Sarjana UIN Yogyakarta,2006
U Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional, Bandung : Citra Umbara, 2003
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung:Remaja Rosdakarya,2012






[1] U Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional, ( Bandung : Citra Umbara, 2003), hlm 5
[2] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung:PT Remaja Rodkarya, 2004), hal.104
[3] Tasman Hamami, Pemikiran Pendidikan Islam, dalam ringkasan Desertasi Program Pasca Sarjana UIN Yogyakarta,2006. Hlm 1
[4] Muhaimin, Rekontruksi Pendidikan Islam, ( Jakarta : rajawali Press, 2009),hlm 313
[5] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, ( Bandung:Remaja Rosdakarya,2012),hal.266
[6] Arief Furchan, Ph.D.dkk.Pengembangan Kurikiulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam(Yogyakarta:Pustaka Belajar,2005), hal103-104
[7] Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi komunikasi dan Informasi.( Bandung; Alfabeta. 2010) hal.106
[8] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008),hal.342
[9] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2002)hal78
[10] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya : Pustaka Pelajar, 2004), hlm 295.
[11] Abdul Majid,dkk,Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2005)hal.176
[12] Abdul Majid,dkk,Pendidikan Agama Islam Berbasis..,hal.166

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum...
    terimakasih sudah di post.kan makalah saudari..
    mohon izin buat me copy ya

    ^^ Anna

    BalasHapus