BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agus
Salim lahir di Kota Gadang Sumatera Barat tanggal 8 Oktober 1884. Nama kecilnya
Masyudul Haq (pembela kebenaran), ia berasal dari lingkungan keluarga terkemuka
pada masyarakat adat Minangkabau. Ia adalah putra kelima dari Sutan Muhammad
Salim bekas jaksa Pengadilan Negeri di wilayah Onderhorigheden (daerah
bawahan) Riau. Kedudukan inilah yang memudahkan Salim bisa leluasa masuk
sekolah Belanda yang waktu itu, hanya diperuntukkan buat anak-anak non pribumi
dan pejabat atau priyayi saja. [1]
Karena
jabatan ayahnya itulah yang mengantarkan Salim pada tahun 1891, masuk ke Europeesche
Lagere School (ELS) dan tamat pada tahun 1897. ELS adalah sekolah rendah
dengan sistem pendidikan Barat, dan pengantarnya menggunakan bahasa Belanda.
Rupanya, sejak di WLS ini kecerdasan Salim sudah terlihat dan itu diamati benar
oleh Mr.Brouwer seorang guru di ELS. Ia tertarik dan hendak benar-benar
mengajar serta memberi ilmu lebih pada Salim.Usai menamatkan ELS di Riau, Salim
melanjutkan sekolah ke Hogere Burger School (HBS) di Batavia (kini Jakarta)
yang masa belajarnya selama 5 tahun. Di HBS ini lagi-lagi hanya anak-anak dari
kalangan pejabat dan bangsawan yang bisa masuk. Untuk kesekian kalinya Salim
menunjukkan kecemerlangannya.. Di zamannya, Salim ternyata menjadi siswa HBS
terpandai di Hindia Belanda selain di Batavia HBS ada juga di Bandung dan
Surabaya.
Tapi
rupanya, ketika di HBS inilah Salim benar-benar masuk dengan sistem kehidupan
ala Barat. Hal ini diperkuat dengan, ketika selama di HBS ia kos di rumah
Th.Koks yang orang Belanda, baik di lingkungan sekolah maupun rumah (kos),
Salim hidup ala Barat. Inilah yang ,membuatnya mengenal konsep-konsep Barat
seperti sosial demokrat, sekaligus menjauh dari Islam. Hal ini diakui sendiri oleh
Salim, sebagaimana pernah ia tuturkan ketika pada tahun 1953 memberi kuliah di Universitas
Conell, USA, ”Sejak di HBS saya telah menjauh dari Islam, hanya karena keluarga
yang taat saya tetap Islam.”
Mengetahui
hal itu, ayah Salim menyakinkan bahwa justru orang Belanda yang sarjana saja
ada yang masuk Islam, Ia menunjuk nama C.Snouck Hurgronye. Salim lalu membaca
buku-buku karya Hugronye. Akhirnya setelah 5 tahun di HBS, pada tahun 1903
salim lulus ia ingin melanjutkan ke Fakultas Kedokteran tapi ayah Salim tak
punya dana untuk melanjutkan sampai ke perguruan tinggi, sang ayah mencoba
mencari beasiswa tapi gagal. Juga Raden Ajeng Kartini yang terkenal dengan
surat-suratnya kepada Abendanon menghimbau pemerintah Hindia Belanda untuk
memberikan jalan kepada Salim agar bisa melanjutkan sekolahnya, bahkan kartini
rela besiswa yang mestinya ia terima dialihkan saja ke Salim. Usaha Kartini
hampir berhasil, tapi rupanya Salim malah tersinggung bukan kepada Kartini tapi
kepada Pemerintah Hindia Belanda. Pasalnya dalam pandangan Salim kalau beasiswa
yang ia dapat karena orang lain bukan karena Pemerintah Hindia Belanda mengakui
keunggulannya, dan benar beasiswa tersebut gagal ia manfaatkan.
Gagal
mendapatkan beasiswa, Salim kembali ke Riau, dan bekerja
sebagai penerjemah dan asisten notaris. Tapi pekerjaan itu hanya dijalaninya
selama tiga tahun. Pada tahun 1906 Salim kembali ke Jakarta. Di batavia ini
salim bertemu dengan Hurgronye menawari salim bekerja sebagai Konsul Belanda di Jeddah, Arab Saudi.
Babak
baru sebagai Konsul Belanda di Jeddah dijalani salim dari tahun 1906-1911.
Inilah yang membuat salim “kembali” pada Islam. selama di Arab Saudi, Salim
menghabiskan waktu senggangnya untuk belajar Islam dari sumber-sumber asli,
berbahasa arab. bahkan ia juga sempat berguru pada Syekh Ahmad Kahatib, Imam
besar Masjidil haram yang berasal dari Sumatra Barat.
Keislaman
Salim telah normal kembali ke jalan yang lurus. tugas
sebagai konsul akhirnya selesai pada tahun 1911, dan ia kembali ke jakarta. Atas
dorongan keagamaan Salim akhirnya mulai bersikap bahwa bumiputera perlu
diperjuangkan dengan keringat sendiri. Salim lalu pulang ke kampung
halamannya, menikah dengan saudara sepupunya, Zainatun Nahar. dari perkawinannya mereka dikaruniai delapan anak.[2] Mereka adalah Theodora
atia, Yusuf Taufik, Violet Hanisah, Maria Zenibiyang, Ahmad Syauket, Islam
Basari, Siti Asiah, dan Mansur Abdurrahman Sidik.
Agus
Salim meninggal di Jakarta pada tanggal 4 November 1954 pada umur 70 tahun dan
dimakamkan di taman makam pahlawan (TMP) Kalibata namanya kini diabadikan untuk
stadion sepak bola di padang. [3]
B.Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
- Bagaimana konsep pemikiran Agus Salim?
- Bagaimana karir politik sang diplomat ulung?
- Bagaimana agama dan nasionalisme menurut Agus Salim?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
- Untuk mengetahui konsep pemikiran Agus Salim
- Untuk menjelaskan karir politik sang diplomat ulung
- Untuk menjelsakan bagaimana agama dan nasionalisme menurut Agus Salim
D. Metodologi Pembahasan
Untuk menjawab beberapa permasalahan
di atas yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini, penulis melakukan
penelitian kepustakaan dengan pendekatan deskriptif untuk mendapatkan kajian
yang memadai guna menemukan jawaban dari rumusan masalah di atas.
BAB II
AGUS SALIM DAN KONSEP PEMIKIRANNYA
A.
Konsep Pemikiran Agus Salim
v Pemikiran
Islam Agus Salim
Pemikiran Agus Salim mengenai
agama Islam bersifat progresif dan liberal, Agus Salim mengenal Islam dari
pamannya yaitu Syekh Ahmad Khatib yang merupakan seorang imam dan guru mazhab
Syafi’i di mesjidil haram. Salim mempelajarinya saat dia bertugas menjadi
penerjemah pada konsulat Belanda di Jeddah. Pemikiran dan pemahamannya tentang
Islam ini dapat kita lihat dari ceramahnya di Universitas Cornell pada 1953
yang merupakan sebuah perguruan tinggi papan atas di Amerika Serikat yang
terletak di ithica dan pernah menjadi pusat kajian terbaik tentang Indonesia.
Karena ceramahnya itu, Agus Salim disebutkan sebagai perintis pemikiran
neomodernisme di indonesia. Dalam ceramahnya itu dia memperlihatkan pola
pemikirannya tentang islam yang bersifat progresif dan liberal.
Pola
pemikiran Agus Salim yang terlihat dalam ceramahnya pada Universitas Cornell
itu dapat kita lihat dari caranya memberi pemahaman dan mengenalkan Islam kepada
masyarakat yang ada di tempat itu yang kebanyakan tidak mengenal Islam secara
mendalam. Menurut Salim kita seharusnya mengenalkan Islam dengan cara menaikkan
Islam itu sendiri tanapa menjatuhkan agama lain dan juga
membanding-bandingkannya.[4]
Mengenai
Al-qur’an Agus Salim berpendapat bahwa isi dari Al-Qur’an itu harus kita pahami
secara konstektual yaitu sesuai dengan tempat dan waktunya, dan dia juga menyatakan
bahwa Al-Qur’an harus dibaca berulang-ulang untuk dapat mengerti isinya. Agus
Salim mengungkapkan suatu pemahaman Islam yang salah yang terjadi Indonesia
pada 1953 yang pada waktu itu sebagian besar penduduknya hidup dalam sektor
pertanian, saat itu sektor agama sangat dikuasai oleh guru pengajar Islam di
pondok-pondok pesantren dan surau yang terpaku pada fikih, yang tidak mengalami perubahan berarti dan karena
dan karena itu tidak menampung perkembangan dinamika dunia. Menurut Agus Salim
dari situlah muncul kecenderungan konservatif yang sulit menerima inovasi untuk
dipertautkan dengan pikiran keagamaan, yang akibatnya untuk dapat membedakan
apa yang dapat diterima atau tidak adalah dengan menolak semua hal yang dibawa
oleh pemikiran asing dan nir islami.
Agus
Salim juga mengungkapkan pemikirannya mengenai ibadat, menurutnya ibadat itu
harus dilaksanakan dengan dorongan niat dan pelaksanaan yang ikhlas inilah yang
terutama dipegang dalam melaksanakan ajaran Islam. Pemikirannya yang
menunjukkan perspektif yang progresif terlihatdari perkataannya bahwa teks dari
Al-Qua’an harus dimaknai secra kontekstual, dan kita dapat melihat contohnya
pada pemikiran Agus Salim mengenai maslah jilbab atau kerudung yang terdapat
pada surat Al-Ahzab ayat 59, di sini Agus Salim mengisyaratkan pemahaman yang
lebih konstektual dengan memperhitungkan sebab turunnya (asbabul-nuzul) ayat
tersebut.
Menurutnya
anjuran pemakaian jilbab bagi perempuan Muslim tersebut konsteks waktu itu
dimaksudkan untuk menugaskan identitas kulturalnya, pandangan Islamnya juga
muncul dalam pidatonya yang keras tentang haram cadar dia mengatakan saat itu
bahwa salah satu kecondongan adalah memisahkan laki-laki dan perempuan dalam
setiap rapat jong Islamiten bond (JIB). Kaum perempuan disembunyikan di
belakang sebuah tabir, yang menurutnya kebiasaan ini adalah kebiasaan bangsa
Arab dan tidak berasal ari perintah Islam. Karena itu juga Agus Salim menolak
asosiasi tabir dengan syahwat seperti yang diklaim oleh kalangan konservatif
dan fundamentalis. Agus Salim berpendapat bahwa persoalan tabir itu
mencerminkan kepatutan sosial ketika berhubungan dengan para istri yang
dipandang sebagai ibu dari kaum Muslim. Inilah yang menyebabkan Agus Salim
membongkar tabir dalam suatu rapat JIB.
v
Pemikiran Politik Agus Salim
Dalam
pemikiran ideology Agus Salim menolak konsep-konsep kapitalisme, komunisme
(sosialisme marxis) dan nasionalisme sekuler (duniawi). Menurut beliau semua
itu dasarnya bersumber dari paham materialisme yang dikembangkan oleh dunia
Barat dalam rangka mengganti kesetiaan tertinggi bukan pada ajaran agama,
melainkan pada bangsa. Sebagai alternative ia menyodorkan paham sosialisme
Islam yang mengajarkan bahwa semua pihak akan menikmati kebahagiannya, yaitu
bagi yang bemodal besar harus membantu yang lemah atau tidak mampu. Beliau
mengatakan tujuan Islam yaitu persamaan manusia, keadilan, yang sempurna dan
ikhtiar serta usaha bersama, kebajikan orang bersama.
Pemikiran
Agus Salim tentang perjuangan untuk mencapai pemerintahan sendiri atau memperoleh
kemerdekaan, menurutnya kemerdekaan itu tergantung kepada usaha rakyat
bumiputera. Agus Salim menolak pendapat yang statis yaitu menunggu saja
kemerdekaan yang akan diberikan oleh bangsa kolonial Belanda. Bangsa yang
hendal mencapai kemerdekaannya yang hendak menurut kekuatan dan kecakapan akan
berdiri sendiri, tak harus senantiasa menadahkan tangan menantikan pemberian
orang saja, melainkan harus menggerakkan segala tenaganya dan berusaha dengan
sekuat-kuatnya. Sebelum kita membuktikan bahwa kita kuat dan pandai
mengihtiarkan segala keperluan kita sendiri, tidaklah layak kita peroleh
kemerdekaan akan berdiri sebagai bangsa sendiri.[5]
Dalam
teori komunikasi. pola berpikir seseorang dipengaruhi oleh latar belakang hidup
di lingkungannya, Agus Salim memiliki pola berpikir yang dipengaruhi oleh
lingkungannya dalam hal sosial intelektual. Dia adalah anak dari pejabat
pemerintah yang juga berasal dari kalangan bangsawan dan agama. Jadi sejak
kecil ia hidup di lingkungan yang penuh dengan nuansa-nuansa keagamaan. Setelah
menyelesaikan studi sekolah pertengahannya di Jakarta, dia bekerja untuk
konsultat Belanda di Jeddah (1906-1909). Di sini dia mempelajari kembali lebih dalam
tentang Islam, kendatipun dia memberi pengakuan ” meskipun saya terlahir dalam
sebuah keluarga Muslim yang taat dan mendapatkan pendidikan agama sejak dari
masa kanak-kanak, (setelah masuk sekolah Belanda) saya mulai merasa kehilangan
iman.”[6]
Dalam
hal lain ketika apa yang disebut dengan Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI) terdiri dari dua golongan ”Kebangsaan” dan golongan
”Islam.” Dari golongan Kebangsaan lima orang yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad
hatta, Mr. A.A Maramis, Mohammad Yamin, dan Mr. Ahmad Subardjo. Dari golongan
Islam empat orang, Agus Salim, Wahid Hasyim, Abikusno Tjokrosoejoso dan Abdul
Kahar Muzakkir.
Masing-masing golongan mempunyai
ideologi sendiri-sendiri, mengenai suasana dan jalan pikiran yang dalam
sidang-sidang BPUPKI sehingga melahirkan Piagam Jakarta, mereka dari
masing-masig kelompok itu sudah sama-sama merasakan asam dan pahitnya
perjuangan. Masing-masing setia pada prinsipnya sehingga tidak terjadi
perdebatan panjang tentang perbedaan di antara mereka karena situasi tidak
mengijinkan yang demikian itu. Tetapi mereka sama-sama berusaha mencari titik
pertemuan untuk tempat bertolak, titik pertemuan itulah yang merupakan Piagam Jakarta
dan kemudian Undang-Undang Dasar 1945. mereka susun Mukaddimah UUD 1945 yang
mengandung lima sila.
UUD disusun secara sederhana, tapi
cukup tegas dalam menetapkan hak-hak asasi warga negara yang vital. Antara lain
pasal 29 yang menegaskan bahwa negara berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Juga ditegaskan bahwa warga negara republik Indonesia (RI) masing-masing kita memeluk dan mengamalkan
ajaran agama masing-masing.
B. Karir Politik Sang Diplomat ulung
Adapun kisah masuknya Salim ke
arena politik terjadi, ketika pada tahun 1915, sebagai seorang penyidik, ia
dikirim oleh Pemerintah Hindia Belanda ke surabaya tujuannya untuk menyelidiki
apakah Sarekat Islam (SI) yang dipimpin oleh HOS Tjokrominoto yang waktu itu
mengadakan muktamar akan mengadakan pemberontakan kepada pemerintah hindia
Belanda?Waktu itu, boleh dibilang hanya SI lah punya potensi untuk melakukan
pemberontakan.[7]
Untuk
tujuan itulah salim dikirim tapi setelah bertemu dengan Tjokroaminoto dan
mendalami SI, salim terpikat hatinya, saat itu pula ia mengirim surat kepada
atasannya di Jakarta, bukan melaporkan hasil penyelidikan tapi justru surat
pengunduran dirinya. Dengan terus terang Salim mengatakan bahwa hatinya
terpikat dengan misi dan visi SI dan karena itu ia keluar sebagai penyelidik.
Pada
tahun 1930, SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Di tahun
1936, karena adanya perselisihan paham di dalam, Salim mendirikan Barisan penyadadar
PSII yang kemudian menjadi Partai Penyadar, pasca kemerdekaan RI tahun 1945
salim masuk ke Masyumi.[8]
Haji
Agus Salim sesudah Proklamasi terutama sesudah pasukan Inggris mendarat yang
membawa penasihat-penasihat orang belanda, ia menjadi orang yang paling banyak
dicari dan banyak diminta pendapatnya. Waktu orang-orang Belanda sebagai bagian
atau penasihat pasukan Inggris lebih banyak datang, baikpun orang Belanda
maupun Inggris senang mendatangi Haji Agus Salim, karena dengan dia mereka
dapat bertukar pikiran yang memadai tingkat pengetahuannya dan pengalamannya.
Dalam pemerintahan Republik Indonesia Haji Agus Salim beberapa kali duduk dalam
kabinet : Sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir II (1946), dan
kabinet Syahir III (1947), Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Amir Syarifuddin (1947),
Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta (1948-1949).
Tugas
berat yang ia kerjakan dengan baik adalah upaya mendapatkn pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia dari negara-negara Arab. Ia bertolak ke Timur Tengah sebagai
Menteri Muda Luar Negeri akhir tahun
1946. Di Cairo ia mendapat rintangan dari duta besar Belanda yang menyatakan
bahwa usaha Haji Agus Salim melanggar perjanjian Linggarjati. Pernyataan ini
hanya tafsiran Duta belanda sendiri atas instruksi Pemerintah Nederland.
Perjanjian persahabatan pertama akhirnya tetap ditandatangani Republik
Indonesia dengan Mesir yang diselenggarakan oleh Haji Agus Salim, dan ditandatangani
di Mesir pada tanggal 10 juni 1946. Pada waktu Kabinet Syahrir diganti dengan
Kabinet Amir Syarifuddin, Haji Agus Salim masih berada di Mesir ia muncul
sebagai Menteri Luar Negeri. Kemampuan serta kecakapan agus Salim sebagai
diplomat telah menghasilkan pengakuan-pengakuan de jure aras Republik
Indonesia dari negara-negara Arab seperti misalnya dari Mesir, Libanon, Syria,
Irak, Afghanistan dan Saudi Arabia. [9]
Sebagai
diplomat, kebolehan salim teruji ketika ia memimpin rombongan untuk menyakinkan
negar-negara Timur Tengah tentang Kemerdekaan RI. Ini terjadi setelah adanya
perjanjian Linggarjati antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda
yang ditandatangani pada 25 Maret 1947. Perjanjian tersebut, rupanya hanya
mengakui RI di Jawa dan Sumatra. Tentu saja, Pemerintah RIs terus berupaya
untuk mendapatkan semua wilayah RI.
Untuk
itu, ditunjuklah Agus Salim sebagai ketua delegasi dengan anggota antara lain
H.M. Rasjidi, Nazir st Pamaentjak, Abdul Kadir Salim dan A.R. Baswedan yang
berangkat pada 16 Maret 1947. Mereka berangkat menuju Mesir melalui Bombay,
India.. Agus Salim berpidato tanpa teks dalam bahasa Belanda, Inggris, Prancis,
Jerman, dan Arab lengkapnya dengan gaya dan humor-humornya yang mengelitik.
delegasi ini dianggap berhasil karena mampu menyakinkan pemerintah dan rakyat
Mesir akan perlunya Indonesia merdeka, bersatu dan berdaulat.
Belanda
kebakaran jenggot. Pemerintah Belanda telah mengirimkan bekas duta besarnya di
Arab Saudi, Adrians untuk menggagalkan misi Agus Salim tapi tak berhasil. Mesir
dan negara-negaranya Arab akhirnya mengakui RI sebagai negara yang berdaulat
penuh dan membuka hubungan diplomatik dengan RI.[10]
Tentang
kepiawaian berbahasa, Buya Hamka punya kenangan ini terjadi pada tahun 1934,
ketika dalam perjalanan dari padang ke Jakarta Buya Hamka mampir ke Makassar,
Sulawesi Selatan. Waktu itu hari Jum’at kebetulan yang menjadi khotib dan imam
adalah adalah Haji Agus Salim. Usai shalat Jum’at mereka ngobrol di antara
mereka selain Agus Salim, Buya Hamka dan Zain Djambek, ada juga Mohammad Syah
Syafi’i, dan Ismail Jamil. Obrolan santai pada masing-masing orang,
masing-masing pula bahasa yang digunakan. Dengan M. Syafi’i Haji Agus Salim
menggunakan bahasa Belanda, dengan Ismail Jamil ia menggunakan bahasa Inggris,
dengan Zain Djambek menggunakan bahasa Arab, sedangkan dengan Buya Hamka
menggunakan bahasa Minang. Salim adalah manusia luar biasa dan langka. ia
menguasai 7 bahasa asing. Sebagian riwayat menyebutkan Salaim menguasai 9
bahasa asing, dan bahasa-bahasa asing yang ia kuasai itu sebagian besar
dipelajarinya secara otodidak.
Bukti
kecakapan salim sebagai diplomat terlihat juga, sewaktu ia menyertai Sutan
Syahrir pergi ke sidang Dewan Keamanan PBB bulan Agustus 1947, ketika Dewan
Keamanan PBB bulan Agustus 1947 sedang memperdebatkan soal penyerbuan Belanda
atas wilayah Republik Indonesia. Menurut kesaksian Syahrir pada waktu itu sikap
dunia internasional termasuk Amerika Serikat tampak ”dingin”terhadap Indonesia.
Berkat ketangkasan diplomasi Agus Salim telah mampu merubah pandangan dunia
umumnya Amerika Serikat khususnya menjadi simpati dan membantu perjuangan
rakyat Indonesia. Perubahan sikap dunia ini adalah hasil diplomasi Haji agus
Salim.
Agus
Salim menyertai Sutan Syahrir dalam sidang Dewan Keamanan PBB bulan agunstus
1947, waktu Republik Indonesia diterima sebagai ”pihak dalam sengketa” dan
berhak bersuara di sidang-sidang Dewan Keamanan. oleh orang-orang inggris yang
datang di Indonesia untuk membantu Nederland dan Republik Indonesia mencapai
penyelesaian dengan damai mula-mula di bawah pimpinan Lord Inverchapel dan
kemudiaan Lord Killearn, haji agus salim banyak dihubunginya dan mampu memberi
pengertian tentang sikap dan keadaan di Indonesia. Bagaimana anggapan kalangan
Inggris tentang Haji Agus Salim banyak mengadakan percakapan atau hubungan yang
meskipun tidak resmi berarti bagi penyelesaian perundingan.
Pengetahuan
agus Salim luar biasa, literatur yang dibacanya begitu luas sehingga
intelektualitas yang dimilikinya telah membuat agus Salim begitu pandai dan
memiliki pengetahuan umum yang amat luas karena daya tangkap serta daya ingatnya
yang luar biasa. Di dalam setiap diskusi maupun medan diplomasi Agus Salim
mempunyai kepandaian dan kecakapan bersilat lidah, intelektual, dan mampu
menyelesaikan urusan-urusan pelik dengan sederhana.[11]
Ketokohannya semakin dikenal di dunia
internasional, ketika ia memimpin delegasi Indonesia dalam Inter Asian
relation Conference di India dan berusaha membuka hubungan diplomatik
dengan sejumlah negara arab terutama Mesir dan Arab Saudi. .
Agus salim pernah ditugaskan mewakili
pemerintah RI menghadiri pelantikan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris
(1953) acara penobatan diselenggarakan di Istana Buckingham. Dalam acara itu,
agus Salim melihat Pangeran Philip yang canggung menghadapi khlayak ramai yang
hadir. Ia tampaknya belum terbiasa menempatkan diri sekadar sebagai pasangan
(suami) ratu. Begitu canggungnya, sehingga ia lalai meladeni tamu-tamu asing
yang datang dari jauh menghormati peristiwa penobatan isterinya. Untuk sekedar
melepas ketegangan Pangeran Philip, Agus Salim menghampirinya seraya mengayun-ayunkan
rokok kreteknya sekitar hidung sang pangeran. Kata Agus Salim kemudian,
”Paduka, adakah Paduka mengenali aroma rokok ini?” setelah mencoba
menghirup-hirup bau asap rokok kretek itu, sang pangeran lalu mengakui tidak
mengenal aroma rokok tersebut. Sambil tersenyum Agus Salim Lalu mengatakan,
”Inilah sebabnya 300 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan
mendatangi (menjajah) negeri kami.” Sang pengeran pun tersenyum dan dengan
lebih luwes bergerak dan meladeni tamu-tamunya yang datang dari jauh.
Haji agus Salim adalah tipe seorang
pejuang, memiliki karakter pemimpin dan diplomat yang kuat. Dengan bermodalkan
kecakapan dan senyuman diplomatnya ia sanggup memaksa lawannya untuk membantu
perjuangan dan kepentingan bangsanya. Dia dapat mengalahkan lawan tanpa pihak
lawan merasa dikalahkan, atas ketangkasan dan kelihaiannya Haji Agus Salim
dijuluki (The Grand Old Man) “Orang Tua Besar” seorang diplomat senior yang
cakap dan penuh dedikasi yang tinggi kepada perjuangan serta kepentingan Tanah
Air, Bangsa dan Negara.
Dizamannya salim adalah rujukan buat
kaum intelektual muda, bahkan ia adalah salah seorang yang membidani lahirnya
jong Islamiten bond (JIB) pada tahun 1925, ketika usianya sudah menginjak 41
tahun. Dari kalangn JIB ini pula lahirnya tokoh-tokoh pemimpin bangsa yang
setelah kemerdekaan bergabung dalam Partai Masyumi, sebuah partai moralis
modern yang membela hak-hak masyarakat dan demokrasi.
Bagaimana peran salim dalam JIB?
M.Nasir mengisahkan dengan baik “Bila kalangan pengurus JIB sulit memperoleh
jalan keluar untuk menyelesaikan permasalah yang dihadapi, mereka berpaling ke
Oude Heer (Salim maksudnya). di depan tokoh penasihat mereka, para cendikiawan
muda menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi, setelah mendengar dengan
tenang, tiba giliran beliau untuk memberikan keterangan tentang kaitan-kaitan
permasalahan yang dihadapi oleh pengurus JIB itu.. Tentu dijelaskan dari semua
sudut, para pengurus mendengar dengan jelas terhadap apa yang diterangkan
kemudian seorang pengurus menyela, tetapi mana jawabnya? dengan tegas Haji Agus
Salim menjawab, Jawaban permasalahn itu ada pada saudara-saudara karena ini
persoalan generasi saudara, bukan persoalan saya. Lihat, ini anak saya yang
masih kecil jikalau saya menggendongnya terus kapan ia berjalan, biarlah ia
mencoba berjalan, terjatuh ia tetapi ia akan beroleh pengalaman dari situ.” [12]
Begitulah cara Salim memberi jalan keluar, ia
tidak memberi ikan-ikannya tapi kail. Ia tak memberi pemecahan permasalahan
secara instan tapai mengajak berpikir dan mencarai jalannya sendiri sesuai
dengan waktu, tempat, dan siapanya. Cukup sederhana, tapi dengan kesedrhanaan
seperti ini barangkali masalah-masalah
yang rumit akan bisa terpecahkan, Kuncinya asal kita mau berpikir dan
bekerja untuk itu.
C. Agama dan Nasionalisme
Sebagai seorang pemikir, agus
Salim banyak melontarkan gagasan dalam berbagai kesempatan. Menurutnya
tumbuhnya harga diri suatu bangsa berkaitan erat dengan munculnya sekelompok
kaum terdidik yang memperoleh peran tertentu karena kesadaran intelektualnya,
bukan karena fasilitas dan kemudahan. Namun menurutnya harga diri tidak akan
berarti bila kesadaran intelektual itu di pengaruhi faktor-faktor yang bersifat
duniawi. Faktor agama mutlak diperlukan dalam rangka pemantapan serta peningkatan
harga diri untuk tujuan-tujuan yang mulia.
Demikian
pula saat gencarnya kritikan tajam dari kaum nasionalis yang dipandang
merendahkan martabat wanita. Agus Salim ikut merespon dengan berani, menurutnya
tabir pemisah dan perlakuan diskriminatif terhadap wanita seperti
dikemukakannya pada rapat Jong Islamieten Bond tahun 1925.
Sebenarnya merupakan gejala umum dalam
tradisi dimana-mana. dan itu justru bertentangan dengan ajaran Islam karena
gejala umum itu bersifat kultural, maka pemecahannya mestilah bersifat kultural
pula, yaitu melalui pendidikan dengan cara memberikan kesempatan yang sama bagi
pria dan wanita. Pendidikan itu mencakup tiga hal, pertama pendidikan
badan supaya bertambah subur, kuat dan elok. Kedua pendidikan hati,
supaya bertambah baik budi pekerti dan ketiga pendidikan akal, supaya
bertambah banyak kepandaian dan pengetahuannya. Pendidikan jasmani rohani dan
ilmiah berlaku bagi pria dan wanita.[13]
Agus salim tahun 1920 pernah
mensinyalir adanya bahaya pengagungan cinta tanah air yang berlebihan dan tanpa
kendali. Namun kekhawatiran Agus Salim itu disangkal oleh Soekarno melalui
tanggapannya yang berjudul “Ke Arah Persatuan” Agus Salim sendiri mengakui
banyak persamaan pemikirannya dengan Soekarno seperti terhadap masalah cinta
bangsa dan kemuliaan bangsa dan kemerdekaan tanah air serta medan juang melawan
politik penjajah.
Bedanya adalah dalam merespon
pertanyaan. untuk apa cinta tanah air? Bung Karno, lebih berorientasi pada
perjuangan kehidupan duniawi, sedangkan menurut Agus Salim gerakan membela
tanah air tidak lagi terbatas pada usaha membedakannya dari belenggu penjajah
atau pada kecintaan nyiur hijau atau kilatan emas dari padi menguning melainkan
kecintaan kepada yang lebih tinggi yaitu mencintai tanah air sebagai anugerah
dari Allah, dalam rangka beribadah kepadanya, maka ia berjuang untuk
memerdekakan tanah air dari penjajah dan kemudian membangunnya.
Dalam beragama ia menampakkan
toleransinya yang tinggi terhadapap kaum beragama. Salah Seorang Belanda yang
sudah mengenal Haji Agus Salim sebelum perang ingin mengejutkan Haji Agus Salim
dengan sebuah berita yang dibawannya: “Zeg Salim” bagaimana itu, adik anda
masuk agama Katolik. haji agus Salim mempunyai adik (Khalid Salim) yang selama
lima belas tahun meringkuk di Digul, karena ia dituduh komunis. Dengan tenang
Haji Agus Salim menjawab. “Gode Zijdank, Alhamdulillah ia sekarang lebih dekat
dengan saya. Orang Belanda itu terkejut dan bertanya. “ mengapa anda berterima
kasih kepada tuhan? jawab Haji Agus Salim, “Ia dulu orang komunis, tidak
percaya tuhan, sekarang dia percaya pada Tuhan”[14]
Sebagai wujud penghargaan pemerintah
RI terhadap jasa-jasanya, Agus Salim pernah menerima tiga tanda jasa yaitu
Bintang Mahaputra Tingkat I (17 agustus 1960), Satya Lencana Peringatan
Perjuangan Kemerdekaan (20 Mei 1961) dan Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK
Presiden RI No. 657 Tahun 1961). Dalam dunia tulis-menulis, agus Salim termasuk
tokoh yang cukup produktif dalam menuangkan buah pikirannya. Ada sekitar 35
buah naskah karangannya yang dihimpun oleh Tim Perumus Buku Seratus tahun haji
agus salim(1984). agus Salim juga seorang penerjemah buku sejarah dan sastra.
v
Agus
Salim Dalam Pandangan Penulis
Perjuangan Agus Salim dalam meraih
kemakmuran bagi rakyat Indonesia patut kita
apresiasi bersama sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, Agus Salim juga dapat
kita katakan seorang tokoh yang berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan
indonesia. Kenikmatan hidup saat ini yang kita rasakan di indonesia tak lain
dan tak bukan adalah hasil jerih payah dari para pejuang kemerdekaan dan
alangkah lebih baik apabila perjuangan mereka di masa lalu dapat kita hayati untuk
menambah semangat dalam diri menggali khazanah-khazanah keislaman. Kemudian
juga Agus Salim manusia yang serba bisa, Agus Salim adalah penerjemah, ahli
sejarah, wartawan, sastrawan, dan
diplomat. dan ia juga mengusai 7 bahasa asing dan bahasa-bahasa asing yang ia
kuasai itu sebagaian besar dipelajarinya secara otodidak. Agus salim juga
seorang tokoh yang sangat disiplin dalam mendidik dirinya dan keluarganya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Agus Salim merupakan seorang
tokoh politik yang sangat cemerlang dalam kehidupannya, sejak kecil beliau
telah terdidik dengan dunia luar dan banyak bergaul dengan orang Belanda
sehingga menyebabkan beliau diberi kepercayaan untuk menjadi konsulat Belanda
di Jeddah. Ketika di Jeddah belaiu telah mempelajari dan mendalami ilmu agama
dari saudaranya Syeikh Ahmad Khatib. Setelah kembali semula ke tanah airnya,
beliau mula menggiatkan diri dalam bidang plitik dengan menyertai Sarekat Islam
(SI) yang pada ketika itu berada di bawah pimpinan Tjoakroaminoto. Beliau dan
Tjokroaminoto bersama-sama memimpin dan menguruskan SI untuk menjaga
kepentingan rakyat dalam berbagai aspek, bukan saja politik tetapi juga ekonomi
dan sosila. Sepanjang penglihatannya dalam politik, Agus Salim telah
memperkenalkan idea telah membentuk disiplin politik daripda co-operatie
kepada non co-operatie. Hal ini dapat dilihat secara jelas ketika beliau
mengambil keputusan untuk mengeluarkan SI daripada Volksraad pada tahun
1924. Namun begitu beliau mengubah semula disiplin non co-operatie kepada
co-operatie selepas belaiu keluar daripada partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII) dan menumbuhkan Partai Penyedar. Idea politik belaiu ini juga diikuti
oleh partai-partai lain di Indonesia.
Agus
Salim adalah pejuang kemerdekaan RI ia adalah anggota 9 BPUPKI yang
mempersiapkan UUD 1945. Agus Salim memulai semua itu dari dunia jurnalistik
pada tahun 1915 diluar dunia jurnalistik Agus Salim terjun dalam dunia politik
sebagai pemimpin Sarekat Islam (SI) pada tahun 1915 dan menjadi pemimpin kedua
setelah HOS Tjokroaminoto. Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI
begitu besar selain menjadi anggota panitia BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
beliau juga pernah menjabat Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Syahrir II (1946)
dan Kabinet III 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Syarifuddi, dan menteri
Luar Negeri pada Kabinet Hatta 1948-1949. Agus Salim berjasa menjadi pembuka
hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada
tahun 1947.
DAFTAR PUSTAKA
Deliar Noer, Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa, Bandung : Mizan, 2001
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta
: Gema Insani, 2006
Mohammad Roem, Djedjak Langkah Haji Agus Salim,
Jakarta :Tinta Mas, 1995
Shalahuddin Hamid, Iskandar Ahza, Seratus
Tokoh Islam Yang Berpengarauh di Indonesia, Jakarta Selatan : Intimedia
Cipta Nusantara, 2003
www. Kidnesia. com/ kidnesia/ potret-negeriku/teropong-Daerah
Sumatera-barat/ Tokoh/ H. Agus-Salim di akses tanggal 8 Oktober 2012
www. pkesinteraktif. com/edukasi/sosok/854-biografi-dan-pemikiran-Agus-Salim-1884-1954.
html di akses tanggal 8 Oktober 2012
www. pelaminan minang. com/tokoh-minang kabau/haji-Agus-Salim.html
di akses tanggal 8 Oktober 2012
ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/10?&showinterstitial=1&u=%2fjournal%2fitem
Di akses pada tanggal 7 januari 2013
[1]
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh abad 20, Jakarta:
Gema Insani, 2006, hal.40.
[2]
www. Pelaminan Minang. com/ Tokoh-Minangkabau/ Haji-Agus Salim. html .
di akses tanggal 8 oktober 2012
[3] www. Kidnesia. com/ kidnesia/
Potret- Negeriku/ Teropong-Daerah Sumatera-Barat/ Tokoh/ H. Agus –Salim. di
akses tanggal 8-oktober 2012
[6]
www. Pkesinteraktif. com/ edukasi/ sosok/ 854-biografi-dan- pemikiran-Agus
Salim-1884-1954. html. di akses tanggal 8 oktober 2012
[7]
Deliar Noer, Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa, Bandung: Mizan, 2001. Hal.
283
[8]
Hery, Tokoh-Tokoh Islam…hal. 43
[9]
Shalahuddin hamid. Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam Yang Berpengaruh Di
Indonesia, Jakarta Selatan: Nusantara Lestari Ceriapratama, 2003. hal. 311
[10]
Hery Mohammad, Tokoh-tokoh Islam…hal. 44
[11]
Shalahuddin, Iskandar, Seratus tokoh…hal. 313
[12] Herry Mohammad, Tokoh-tokoh…hal. 45
[13]
Shalahuddin, Iskandar, Seratus Tokoh…hal 315-316
[14] Shalahuddin, Iskandar, Seratus Tokoh…hal
316-317
Tidak ada komentar:
Posting Komentar