Bismillah,,,
tak terasa diri ini telah menyandang profesi istri dan seorang ibu
dua gelar telah Allah amanahkan kepadaku saat ini, yang sebelumnya adalah hamba Allah dan seorang anak dan kini telah bertambah lagi.
hem,,terasa kaku saat pertama-tama mengelar profesi keduanya,
menjadi istri berarti harus menjadi seseorang yang siap melayani suami,,,
dan menjadi seorang ibu demikian,,,,
dua laki-laki,,,,yang telah menjadi pangeran hatiku,,,
hidup menjadi lebih indah karena keduanya,,,
dan menjadi lebih bewarna^-^
syukurku kepadaMu ya Rabb,,,
Sabtu, 20 September 2014
Rabu, 01 Januari 2014
cahaya cinta: pendidikan inklusi
cahaya cinta: pendidikan inklusi: A. Pendahuluan Manusia merupakan makhluk ciptaan yang unik. Secara umum manusia memiliki sejumlah persamaan. Namun di ...
Selasa, 31 Desember 2013
me n my husband^-^
Bismillah,,,,
hobi si abang mancing,,,,jadi ya senang aja kalo di ajak mancing,,,
wlpun terkadang membosankan^-^,,,,
hehehe,,,,,sore yang indah di pantai ule lhee banda aceh.
pendidikan inklusi
A.
Pendahuluan
Manusia merupakan
makhluk ciptaan yang unik. Secara umum manusia memiliki sejumlah persamaan.
Namun di balik itu sebagai invidu, manusia juga memiliki berbagai perbedaan
antara individu yang satu dengan yang lainnya. Bahkan perbedaan tersebut juga
ditemui pada mereka yang dilahirkan sebgai bayi kembar identik (identical
twin). [1]
Kenyataan ini
menunjukkan bahwa manusia sebagai individu secara fitrah memiliki perbedaan.
Selain itu perbedaan tersebut juga terdapat pada kadar kemampuan yang dimiliki
masing-masing individu. Jadi, secara fitrah, manusia memiliki perbedaan
individu (individual diffrencies) yang memang unik. Sehubungan dengan kondisi
itu, maka tujuan pendidikan diarahkan pada usaha membimbing dan mengembangkan
potensi perserta didik secara optimal, dengan tidak mengabaikan adanya faktor
perbedaan individu, serta menyesuaikan pengembangnnya dengan kadar kemampuan
dari potensi yang dimilki masing-masing.[2]
Tujuan pendidikan
pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat
mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya
dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda
pula dan karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.[3]
Manusia merupakan
makhluk Allah yang mempunyai harakat dan martabat yang paling tinggi di antara
makhluk-makhluk lainnya. Sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya, ia
dianugerahi beberapa kemampuan dasar atau potensi dasar. Potensi ini dalam
dunia pendidikan islam lebih dikenal dengan istilah “al-fitrah”. Kemampuan
dasar ini memiliki kecendrungan tumbuh dan berkembang tahap demi tahap menuju
ke arah yang lebih sempurna.[4]
Struktur
kejadian manusia terdiri dari dua unsur penting yaitu unsur fisik (jasmaniah) dan unsur psikis (rohaniah).
Kedua unsur tersebut mengalami perubahan-perubahan secara berkesinambungan.
Keduanya berkembang dan saling mempengaruhi, bahkan tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Keduanya dikenal dengan istilah psiko-fisik. Unsur psiko-fisik
manusia berkembang secara integral dan selalu berfungsi, berhubungan secara timbal-balik
dengan penuh keseimbangan dan bersifat harmonis dalam diri manusia. Keduanya
harus berjalan serasi dan selaras dalam seluruh gerak dari fungsi organ-organ
psikis dan fisiknya. Unsur-unsur fisik lebih sering diistilahkan dengan
“bioligis” sedangkan unsur-unsur psikis lebih sering disebut dengan istilah
“psikologis”.
Tidak semua
manusia beruntung di muka bumi ini, ada sebahagian manusia yang tidak sempurna
atau lebih dikenal dengan istilah cacat baik dari segi fisik maupun dari segi
mentalnya. Mereka mempunyai hak yang sama seperti manusia normal di dalam memperoleh
pendidikan. Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa muslim laki-laki dan perempuan
wajib menuntut ilmu atau berhak dalam memperoleh pendidikan. Mereka juga berhak
memperoleh pendidikan seperti manusia normal pada umumnya. Jadi, kesimpulannya
adalah tidak ada diskriminasi di dalam memperoleh pendidikan bagi anak yang
tidak normal. Dan yang menjadi kajian utama di dalam makalah ini adalah melihat
bagaimana Islam memandang hal tersebut.
Adapun yang
menjadi Rumusan Masalahnya adalah :
1.
Apa
pengertian Pendidikan Inklusi?
2.
Bagaimana
Latar belakang munculnya Pendidikan Inklusi?
3.
Bagaimana
Pendidikan Inklusi di dalam Islam?
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian pendidikan
inklusi, latar belakang munculnya pendidikan inklusi dan untuk mengetahui
bagaimana pendidikan inklusi di dalam pandangan pendidikan Islam.
Selanjutnya
dalam
menyusun makalah ilmiah ini penulis melakukan penelitian kepustakaan (library
research) dengan pendekatan deskriptif, yaitu suatu penelitian dengan
mengumpulkan data-data dan menganalisa serta menarik kesimpulan dari data
tersebut dengan mengadakan library research, yaitu dengan cara menelaah
sejumlah buku-buku, web untuk memperoleh data-data, teori-teori dan konsep-konsep
yang berhubungan dengan makalah ini. Dengan menggunakan metode dan teknik
pengumpulan data tersebut, kiranya dapat mendukung dalam penulisan makalah ini.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian
Pendidikan Inklusi
Istilah terbaru
yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak (penyandang hambatan/cacat) ke dalam
program-program sekolah adalah inklusi yang berasal dari bahasa inggris inclusion.
Bagi sebahgian besar pendidik, istilah ini dilihat sebagai deskripsi yang
lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan
dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan
yang menyeluruh.[5]
Konsep pendidikan inklusi muncul dimaksudkan
untuk memberi solusi, terhadap adanya perlakuan diskriminatif dalam layanan
pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang cacat atau anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi memiliki prinsip dasar
bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya bisa
belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan
ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka .
Menurut Stainback sekolah inklusi adalah
sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Staub dan Peck mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di
kelas regular. Selanjutnya
Sapon Shev menyatakan bahwa
pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar
semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular
bersama-sama teman seusianya.[6]
Dari beberapa definisi yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa pendidikan
inklusi adalah sebuah pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak-anak yang cacat maupun yang berkebutuhan
khusus untuk sama-sama memperoleh kesempatan belajar bersama anak-anak normal
lainnya.
Istilah
inklusif memiliki ukuran universal. Istilah inklusif dapat dikaitkan dengan
persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber-sumber seperti
politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Dalam ranah pendidikan, istilah
inklusif dikaitkan dengan model pendidikan yang tidak membeda-bedakan individu
berdasarkan kemampuan dan atau kelainan yang dimiliki individu.
Dalam
ensiklopedi online Wikipedia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pendidikan inklusi yaitu pendidikan yang memasukkan peserta didik berkebutuhan
khusus untuk bersama-sama dengan peserta didik normal lainnya. Pendidikan
inklusif adalah mengenai hak yang sama yang dimiliki setiap anak. Pendidikan
inklusif merupakan suatu proses untuk menghilangkan penghalang yang memisahkan
peserta didik berkebutuhan khusus dari peserta didik normal agar mereka dapat
belajar dan bekerja sama secara efektif dalam satu sekolah.[7]
Diatas secara
umum menyatakan hal yang sama mengenai pendidikan inklusif. Istilah
pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anak-anak
berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep
inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang
memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada
di sekolah.
2.
Latar
belakang munculnya pendidikan Inklusi (Kajian Historis)
Ideologi pendidikan
inklusif diperkenalkan secara internasional dalam Konferensi Dunia tahun 1994
oleh UNESCO di Salamanca Spanyol. Dalam pernyataannya ditegaskan komitmen
terhadap pendidikan untuk semua, yaitu pentingnya memberikan pendidikan bagi
anak, remaja, dan orang dewasa yang memerlukan pendidikan di dalam sistem pendidikan
regular. Kemudian menyetujui suatu Kerangka Aksi mengenai pendidikan
berkebutuhan khusus, yang semangat dan ketetapan-ketetapan serta semangat
rekomendasi-rekomedendasinya diharapkan akan dijadikan pedoman oleh
pemerintah-pemerintah serta organisasi-organisasi dalam menjamin hak setiap
orang dalam menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang
berkualitas demi kehidupan yang bermatabat.[8]
Konsep
pendidikan inklusi muncul dimaksudkan untuk memberi solusi, adanya perlakuan
diskriminatif dalam layanan pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang cacat
atau anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusi memiliki prinsip
dasar bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama
tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka . Pendidikan
inklusi adalah pendidikan yang menyertakan semua anak secara bersama-sama dalam
suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan
sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa membeda-bedakan anak yang
berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga,
bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan
perbedaan kondisi fisik atau mental.
3.
Pendidikan
Inklusi di dalam islam (Kajian Normatif)
Terdapat banyak pengertian tentang pendidikan Islam yang
dirumuskan oleh para ilmuwan muslim, namun
secara sederhana pendidikan Islam dapat diartikan sebagai suatu jenis
pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan
semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin
dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya. Islam
di sini menjadi ruh dan semangat dalam seluruh aktivitas pendidikan yang
senantiasa diilhami dari dasar ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Hakikat pendidikan
adalah pembentukan manusia kearah yang dicita-citakan. Dengan demikian
pendidikan Islam adalah proses pembentukan manusia kearah yang dicita-citakan
Islam. [9]Oleh
karena itu terdapat berbagai upaya dalam mewujudkan itu semua. Sealin itu
terdapat beberapa fungsi pendidian islam.
Adapun fungsi
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a.
Mengembangkan
pengetahuan teoritis, praktis dan fungsional bagi peserta didik.
b.
Menumbuhkembangkan
kualitas akhlak dan kepribadian, atau fitrah peserta didik
c.
Meningkatkan
kualitas akhlak dan kepribadian, atau menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan
nilai illahi
d.
Menyiapkan
tenaga kerja yang produktif
e.
Membangun
peradaban yang berkualitas(sesuai dengan nilai-nilai Islam) di masa depan
f.
Mewariskan
nilai-nilai Illahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik.[10]
Betapa pentingnya memperoleh pendidikan bagi setiap muslim dan muslimah. Di dalam islam baik laki-laki maupun perempuan, yang muda atau yang tua wajib memperolah dan mendapatkan pendidikan. Demikian juga dengan anak-anak yang tidak normal atau dikenal dengan istilah cacat, Mereka juga berhak sama-sama memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak normal yang lainnya.
Hal tersebut ebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an di dalam
surat al-hujurat ayat 13 sebagai berikut:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.[11]
Inilah
satu-satunya nilai dan tolak ukur untuk menilai dan mengukur bobot ataukah
tidaknya seorang manuisa. Ini adalah norma langit yang murni, tidak ada
hubungannya dengan tempat, situasi, dan linkungan bumi.
Kemuliaan dan
keutaman seseorang di dalam Islam tidak didasarkan pada suku, warna kulit,
maupun postur tubuh, namun lebih kepada akhlak dan ketakwaannya kepada Allah
SWT. Islam juga mengajarkan bahwa semua orang adalah sama, mempunyai hak dan
kewajiban yang sama, baik di hadapan hukum, masyarakat, dan di hadapan Tuhan.
Orang yang
paling bertakwa di sisi Allah ialah orang yang berhak mendapatkan perlindungan
dan perhatian, meskipun ia lepas dari semua unsur dan pemikiran-pemikiran lain,
yang dikenal manusia di bawah tekanaan realitas bumi (duniawi) dan
kesepakatan-kesepakatn mereka. Nasab (keturunan), kekuatan, harta, dan semua
tata nilai tidak ada bobotnya apabila lepas dari iman dan takwa. Satu-satunya
yang layak mendapatkan timbangan dan penilaian adalah apabila diperhitungkan
dangan perhitungan iman dan takwa.
Islam juga
mengajarkan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran tanpa memandang pangkat, golongan, kecacatan seserotang maupun
hal-hal yang lain. Islam melarang keras melakukan diskriminasi dalam hal
pendidikan.
Allah memperjelas hal tersebut dengan diturunkannya surat
abasa’ yang menegur Nabi Muhammad SAW
karena beliau bermuka masam dan berpaling dari orang buta. Al Qur’an
menceritakan kisah tersebut sebagai berikut:
1)
Dia
(Muhammad) bermuka masam dan berpaling
2)
karena
telah datang seorang buta kepadanya.
3)
tahukah
kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4)
atau
Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya?
5)
Adapun
orang yang merasa dirinya serba cukup
6)
Maka
kamu melayaninya.
7)
Padahal
tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).
8)
dan
Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan
pengajaran),
9)
sedang
ia takut kepada (Allah)
10)
Maka
kamu mengabaikannya.[12]
Diterangkan
oleh beberapa kalangan mufassir,”pada suatu hari, rasuluuah saw. Berdialog
dengan orang pembesar Quraisy . Dalam riwayat Anas bin malik r.a diesbutkan
pembesar itu bernama Ubay bin Khalaf. Menurut riwayat Ibnu Abbas, mereka itu
adalah Utbah bin Rabi;ah , Abu Jahal bin Hisyam, dan Abbas bin Abdul Muthalib.
Beliau sangat sering melayani mereka dan sangat menginginkan agar mereka
beriman.[13]
Kemudian
sesaat itu kemudian datanglah seorang tuna netra yang miskin, bernama Ibnu Ummi
maktum kepada rasulluah saw yang sedang sibuk mengurusi sejumlah pembesar
Quraisy tersebut. Beliau berharap bahwa dengan mereka memeluk agama Islam
mereka akan membawa kebaikan bagi islam yang selama ini dipersulit dan ditekan
di mekkah. Rasulluah saat tidak senang
kalau pembicaraan dan perhatiaan beliau terhadap tokoh-tokoh quraisy tersebut
terputus. Ketidaksenangan beliau tampak di wajahnya, yang sudah tentu tidak
terlihat oleh lelaki tuna netra itu.[14]
Sehingga
karena peristiwa tersebutlah Allah menurunkan surat Abasa’ yang merupakan dasar pendidikan inklusi di dalam Islam. Di
dalam surat tersebut Allah ingin menjelaskan kepada kita semua bahwa kita wajib
peduli terhadap manusia lain yang memiliki kekurangan fisik ataupun mentalnya.
Allah menegur Rasulluah pada saat itu, dan Rasulluah akhirnya pada saat itu
menyadari akan kekhilafannya dan segera Rasulluah berubah dan bersikap lebih
baik lagi kepada siapapun. Surat tersebut merupakan cahaya bagi islam dalam
bersikap kepada sesama makhluk ciptaan Allah yang berbagai macam. Adapun konsep
inklusi yang terjadi hari ini adalah sama dengan konsep tersebut di atas.
Di dalam
surat Az-Zukkruf ayat 32 Allah juga berfirman:
Artinya:
“ Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan”.[15]
Sesungguhnya
Allah tidak melihat bentuk fisik seorang muslim, namun Allah melihat hati dan
perbuatannya. Hal ini dinyatakan juga
dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu:
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ
هِشَامٍ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الأَصَمِّ عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ اللَّهَ
لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Artinya:
“dari Abu Hurairah RA:
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk dan
harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian”.[16]
Selain
di lihat dari landasan Islam terhadap pendidikan inklusi juga bisa di lihat
dari landasan Filosofis bangsa Indonesia terhadap pendidikan inklusi yang memegang
teguh semboyan Bhineka Tunggal Ika, suatu semboyan yang pertama kali
dikemukakan oleh Empu Tantular pada zaman Majapahit. Berdasarkan semboyan itu
pula, bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya dari penjajahan bangsa lain, dan
berdasarkan semboyan itu pula, bangsa Indonesia membangun sistem pendidikannya.
Semboyan Bhineka tunggal ika, sering diterjemahkan sebagai ”berbeda tapi satu”
.meskipun demikian, interpretesi tiap orang tentang apa yang berbeda dan apa
yang satu mungkin berbeda-beda. [17]
Namun sayangnya
sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga
menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada
perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental
yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah
menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman
dalam masyarakat. Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan
(difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan
jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak
disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak –
anak yang berkebutuhan khusus.
Dalam dunia
pendidikan, konsep perbedaan atau kebhinekaan adalah terkait dengan individual
differences sedangkan konsep kesamaan adalah kesamaan dalam misi yang diemban
oleh manusia dalam kehidupannya. Perbedaan dapat bersifat vertikal dan dapat
pula bersifat horizontal. Perbedaan vertikal menunjuk pada itelegensi,
ketajaman sensoris, kekuatan fisik, kematangan emosi, dan ketajaman intuisi.
Perbedaan horizontal menunjuk pada ras, suku
bangsa, agama, adat istiadat, dan bahasa yang semuanya memiliki posisi yang
setara sehingga tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi. Dengan adanya
perbedaan tersebut maka dimungkinkan manuisa dapat saling berhubungan dalam
rangka saling membutuhkan. Kesamaan menunjuk pada ketunggalan tugas semua
manusia dalam hidupnya, yaitu semata-mata mengabdi kepada Tuhan Yang maha Esa. [18]
Bangsa
Indonesia memberikan hak sepenuhnya kepada anak-anak yang memerlukan bimbingan
khusus untuk sama-sama memperoleh kesempatan belajar seperti anak-anak normal
lainnya. Anak-anak yang yang menderita hambatan-hambatan fisik atau lingkungan
bukanlah merupakan kelompok yang terpisah, yang secara kualitatif berbeda dari
anak-anak normal serta terutama menjadi subyek perhatiaan medis atau perawatan
sosial.[19]
Dalam
prakteknya bangsa Indonesia sangat jauh dari itu semua. Pendidikan anak yang
cacat dan berkebutuhan khusus dibedakan dengan anak-anak normal lainnya, mereka
memang disediakan tempat tersendiri dan di asuh oleh beberapa guru ahli yang
mampu membimbing mereka.
C.
Penutup
1.
pendidikan
inklusi yaitu pendidikan yang memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus
untuk bersama-sama dengan peserta didik normal lainnya. Pendidikan inklusif
adalah mengenai hak yang sama yang dimiliki setiap anak. Pendidikan inklusif
merupakan suatu proses untuk menghilangkan penghalang yang memisahkan peserta
didik berkebutuhan khusus dari peserta didik normal agar mereka dapat belajar
dan bekerja sama secara efektif dalam satu sekolah.
2.
Istilah
pendidikan inklusi atau inklusif, mulai mengemuka semenjak tahun 1990, ketika
konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan dengan
pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994. Konsep
pendidikan inklusi muncul dimaksudkan untuk memberi solusi, adanya perlakuan
diskriminatif dalam layanan pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang cacat
atau anak-anak yang berkebutuhan khusus
3. Islam juga mengajarkan bahwa semua orang berhak untuk
mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa memandang pangkat, golongan,
kecacatan seserotang maupun hal-hal yang lain. Islam melarang keras melakukan
diskriminasi dalam hal pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Imam Abi Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih
Muslim,Kairo: Daar Ibnu Al Haitam, 2001
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak berkebutuhan Khusus,Cet
II,Jakarta:PT Rineka Cipta,2003
Haidar Putra
Daulay, Pendidikan Islam, Cet I ,Jakarta:Kencana, 2004
Jalaluddin, Teologi pendidikan,Cet 3,Jakarta:PT Raja
grafindo,2003
J. David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua,Bandung:
Penerbit Nuansa. 2006
Wall,W.D, Anak-anak cacat Yang menyimpang,Cet I,Diterjemahkan
oleh R. Bratantyo (Jakarta:Balai Pustaka)
Muhammad
Nasib Ar-Rifa’I, Kemudahan dari Allah Ringkasan tafsir Ibnu Katsir,Penerjemah
Syihabbudin.Jakarta:gema
Insani.2005
Muhaimin, Nuansa Baru pendidikan Islam , Jakarta:PT Raja
Grafindo, 2006.
Sayyid Quthb,Tafsir Fi Zhilalil Qur’an,terjemahan As’ad
Yasin.Jakarta:gema Insani press.2001
Qur’an Tajwid(Jakarta:Maghfirah Pustaka,2006)
Utami Munandar,Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat,cet I.
Jakarta:PT Rineka Cipta,1999.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_khusus
[1] Jalaluddin, Teologi
Pendidikan, Cet 3(Jakarta:PT Raja grafindo,2003) h.96
[2] Jalaluddin, Teologi…,
h.96
[3] Utami
Munandar, Pengembangan Kreatifitas
Anak Berbakat, cet I(Jakarta:PT Rineka Cipta,1999) h. 6
[4] Husnizar, Konsp
Subjek Didik Dalam Pendidikan Islam, Cet I(Yogyakarta:Ar-Raniri Press
IAIN,2007)h.1
[5]
J.David Smith, Inklusi,
Sekolah Ramah Untuk Semua,Penerjemah:Denis(bandung:Penerbit Nuansa,2006)h.
25
[6]http./pendidikan
inklusi/Belajar Itu Perlu.htm, di akses hari jum’at,10 mei 2012 ,pukul 15.00
[7]http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_khusus
[8] J.David Smith,
Inklusi, Sekolah Ramah Untuk..,h. 18
[9] Haidar Putra
Daulay, Pendidikan Islam, Cet I (Jakarta:Kencana, 2004) h.3
[10] Muhaimin, Nuansa
Baru pendidikan Islam , (Jakarta:PT Raja Grafindo, 2006) h. 15
[11]
Qur’an
Tajwid(Jakarta:Maghfirah Pustaka,2006)h.517
[12]
Qur’an
Tajwid(Jakarta:Maghfirah…………………………………….h.585
[13] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’I, Kemudahan dari Allah Ringkasan tafsir Ibnu Katsir,Penerjemah
Syihabbudin(Jakarta:gema Insani,2005)h.910
[14]
Sayyid Quthb,Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an,terjemahan As’ad Yasin(Jakarta:gema Insani press,2001)h.
172
[15]
Qur’an Tajwid(Jakarta:Maghfirah…………………….h.491
[16]
Al Imam Abi
Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, (Kairo: Daar Ibnu Al
Haitam, 2001), h. 655
[17] Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak berkebutuhan Khusus,Cet II(Jakarta:PT
Rineka Cipta,2003)h. 27
[18] Mulyono
Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak berkebutuhan…………………………………..h.27
[19] Wall,W.D, Anak-anak
cacat Yang menyimpang,Cet I,Diterjemahkan oleh R. Bratantyo(Jakarta:Balai
Pustaka)
Langganan:
Postingan (Atom)